Mohon tunggu...
Kraeng Guido
Kraeng Guido Mohon Tunggu... Petani - Petani Cengkeh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pembudidaya Tanaman Cengkeh | Senang dengar lagu band Jamrud, Padi dan Boomerang

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Bertani ala Guru Agustinus

24 Mei 2019   01:57 Diperbarui: 24 Mei 2019   14:28 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Bapa Agustinus(dok. Pribadi)

Berbicara tentang pertanian berarti berbicara tentang bisnis yang menjanjikan. Sebab sektor ini merupakan sektor fundamental kebutuhan manusia. Tak perlu saya uraikan lebih jauh, konsumsi makanan kita sudah pasti bersumber dari hasil pertanian dan perkebunan. Bisnis pertanian variasinya sangat banyak, bisa dibagian hulu dalam penyedian alat mesin dan sarana produksi maupun hilir paca panen dan pemasaran.

Demikian pun perihalnya didesa saya. Usaha dibidang pertanian ini masih menjadi nomor satu. Sebut saja Bapak Agustinus,  beliau dalah contoh terbaik dari petani yang cukup sukses dengan hasil perkebunan cengkeh miliknya.

Kendati demikian Bapak Agustinus ini adalah pensiunan Pegawai Negri Sipil (PNS) didesa Pacar, Kecamatan Pacar, Manggarai Barat. Beliau dulunya menjadi guru yang berpuluh-puluh tahun mengabdikan dirinya mengajar di tiga Sekolah Dasar, yakni di SDK Watu Wangka, SDK Hita dan SDK Pacar.

Dokpri
Dokpri
Mengulik sepak terjang Bapak Agustinus sebagai petani Cengkeh

Dulu, selama menjadi guru muda, beliau tak menyia-nyiakan waktu luangnya,sepulang sekolah, untuk mengolah lahan tidur miliknya yang cukup luas. Menurut penuturannya, dulu sekitar tahun 80an , gaji guru didesa setiap bulannya hanya sekitar Rp 250 ribu. Dengan jumlah gaji tersebut sangatlah tidak mungkin untuk memenuhi segala keperluan dimasa itu. Maka dimanfaatkannya lahan tersebut untuk ditanami pohon Cengkeh.

Pasalnya, ketika beliau sudah menikah dan dimutasikan ke sekolah lain, semangat menanamnya masih amat kental. Ditempat barunya, beliau membeli beberapa bidang tanah dari masyarakat setempat, lalu ditanaminya lagi pohon cengkeh.

Diceritakannya, dulu hampir kebanyakan orang didesa Pacar masih belum mengenal baik tanaman cengkeh ini, sehingga sangat jarang sekali petani yang menanamnya. Ditambah lagi, masalah tata niaga pertanian dan masih terbatas pada pola bercocok tanam secara tradisional.

gwg-5ce6ec7b95760e324c7821a3.jpg
gwg-5ce6ec7b95760e324c7821a3.jpg

Harga cengkeh kala itu Rp 15 ribu per kilogram. Saat itu nilai tukar satu dolar masih Rp220 sen, dan harga satu gram emas sekitar Rp9 ribu. "Ya waktu itu stabilitas politik dan ekonomi di Indonesia masih berada pada zona aman". Katanya

Tapi setelah itu memang harga cengkeh mendadak jatuh karena harganya dimonopoli keluarga rezim orba. Sebagai pihak satu-satunya yang bisa membeli cengkeh, maka BPPC pun bebas memainkan harga. Mereka membeli cengkeh dari petani dengan harga semurah-murahnya, dan menjual ke pabrik rokok dengan harga semahal-mahalnya.

"Ketika harga cengkeh jatuh, sempat saya tidak mengurus kebun cengkeh lagi " pungkasnya.

Sekilas seperti yang ditulis didalam buku Ekspedisi Cengkeh, Sebelum ada BPPC, harga terendah cengkeh adalah Rp20 ribu per kilogram. Setelah ada lembaga ini, harga cengkeh turun drastis hingga Rp2 ribu per kilogram. Seketika, cengkeh yang tadinya emas, menjadi onggokan rempah tak berharga.

Harga cengkeh perlahan naik, hingga pernah mencapai Rp200 ribu per kilogram, walau sekarang ditahun 2019 ini harganya di kisaran Rp80 ribu hingga Rp100 ribuan per kilogram.

Kendati sekarang Bapak Agustinus sudah pensiun dan tidak mengajar lagi. Hanya saja kegiatan bertani ini masih digelutinya dan sampai hari ini pun beliau tetap merawat kebun cngkeh miliknya.

Pada lahan perkebunan Cengkehnya, beliau juga menerapkan tanaman tumpang sari. Tidak hanya cengkeh, beliau juga menanam buah-buahan, semisal durian, pisang, rambutan dan kopi. Ditanaminya di sela-sela pohon cengkeh yang tinggi menjulang. Hasil dari tanaman tumpang sari ini memang bilangnya tidak untuk dijual, melainkan untuk dikonsumsi sendiri dan kebutuhan keluarga.

fb-img-15579852852329652-5ce6ecde733c433deb05b8ab.jpg
fb-img-15579852852329652-5ce6ecde733c433deb05b8ab.jpg

Pada saat musim panen cengkeh selesai, hasil panen kebanyakan disimpan, hanya beberapa kilo saja yang dijual. Ini beliau lakukan karena pada saat musim panen harga cengkeh cendrung fluktuatif dan jatuh, dan memilih untuk menunggu harga yang bagus dan cocok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun