Mohon tunggu...
Guıɖo Arısso
Guıɖo Arısso Mohon Tunggu... Insinyur - ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Ketika Covid-19 dan DBD Menyerang, Di Manakah Tuhan?

14 Maret 2020   02:58 Diperbarui: 14 Maret 2020   18:20 1168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolase foto diolah dari KOMPAS

Saya hanya percaya dengan apa yang dikatakan oleh Nietzsche, bahwa Tuhan adalah sesuatu yang misterius. Jadi sangat sulit bagi kita untuk mendeskripsikannya secara pasti.

Dibalik kompleksitas misteri itu, kita boleh marah dan menyesal, mempersalahkan diri, hingga protes dan ‘menggugat Tuhan’ dengan cara apa saja. Itu sangat manusiawi, sebagaimana kita menghendaki Tuhan bertindak sebagaimana yang kita maui.

Tapi pada prinsipnya bahwa sebagai mahluk beragama, tentu kita meyakini bahwa Tuhan-lah yang mengadirkan kita di dunia ini. Tuhan pula yang menjamin masa depan kita setelah berhenti hidup. Kesadaran itu justru membuat kita lebih militan menjalani hidup.

Ditengah ancaman wabah Covid-19 yang mendunia dan penyakit DBD yang terjadi didaerah-daerah, hemat saya kita perlu menyikapi peristiwa-peristiwa ini dengan arif dan bijak.

Tentu sesuai ajakan Presiden Joko Widodo beserta punggawa Negara lainnya agar tidak terlalu panik apalgi menjadi pribadi yang paranoid. Intinya bahwa kita harus membiasakan hidup sehat, menjaga kebersihan lingkungan hingga mengonsumsi makanan dan atau buah-buahan supaya tubuh fit.

Mari kita jalani aktivitas harian kita dengan penuh kebahagiaan tanpa takut akan mati, karena usia dan tempat kematian hanya Tuhan yang Maha Esa yang tahu.

****

Sebagai penutup, saya ingin menyenggol sedikit perihal hoaks terkait virus corona yang akhir-akhir ini melibatkan elit dan juga akademisi.

Bila membaca berita di media online kaitannya elit pemerintah dan atau akademisi yang menyebar hoaks terkait virus corona, sudah pasti amarah saya tersulut dan turut berkomentar pedas pastinya.

Setelah menengok komentar-komentar sebelumnya, saya menemukan reaksi serupa. Caci maki beserta kalimat umpatan sudah tertulis disana. Semua menyerbu dengan amarah menyala-nyala, menghardik dengan sekuat tenaga.

Saya membayangkan sanak keluarga hingga kolega para pejabat publik, bahkan sekelas rektor yang menyebarkan berita hoaks ini membaca komentar-komentar pedas tersebut. Barangkali mereka akan terkejut dan tertegun malu, plus kuping memerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun