Mohon tunggu...
Guıɖo Arısso
Guıɖo Arısso Mohon Tunggu... Insinyur - ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Benso Rasi", Ritual Orang Manggarai untuk Masa Cocok Tanam

6 Maret 2020   20:13 Diperbarui: 7 Maret 2020   21:36 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desa adat Waerebo di Kabupaten Manggarai, Pulau Flores. (ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA)

Setiap simbol dalam ritual adak (adat istiadat) dalam masyarakat Manggarai memberikan makna tersendiri. Dari sekian simbol dalam ritual adat tersebut hadir sebagai proses inkulturasi dari suatu tradisi dan juga sebagai eksistensi dalam suatu entitas dan atau komunitas.

Adalah Benso Rasi, salah satu ritus dan atau upacara yang dilakukan sebelum musim tanam dilakukan. Dengan tujuan meminta berkat dan perlindungan kepada Mori Kraeng (Tuhan sang pencipta), arwah leluhur dan juga alam.

Sekiranya apa yang hendak ditanami itu kelak akan tumbuh subur dan berbuah hingga dijauhkan dari hama wereng dan juga hama bintang.

Dalam upacara Benso Rasi, diikutsertakan juga hewan kurban seperti Mbe (kambing) dan juga Lalong Miteng agu Bakok (ayam jantan hitam dan putih). Tapi yang sering dipakai ialah ayam jantan putih. 

Dalam adat masyarakat Manggarai, bulu ayam juga memiliki arti, misalnya ayam putih melambangkan keputihan hati, bersih dan suci.

Kepercayaan orang Manggarai tak dapat dipisahkan dengan kultur agraris yang memiliki keterkaitan yang erat antara alam dengan seluruh kehidupaan ciptaan. Tanah, gunung, air mempunyai relasi yang tak terpisahkan dan menyatu dengan kehidupan semua mahluk.

Kepercayaan akan keterkaitan unsur-unsur itu nyata dalam berbagai bentuk. Hal ini menjadi kosekuensi logis dalam kepercayaan-kepercayaan (red; animisme dan fetisme) asli nenek moyang Manggarai, Flores NTT.

Upacara Benso Rasi

Upacara Benso Rasi diadakan secara langsung di Uma (lahan perkebunan) dan di dalam Sekang (pondok kebun). Selain mengikut sertakan hewan kurban, juga biasanya untuk mengawali dan atau membuka ritual tersebut dipimpin oleh Tua Teno (orang yang dituakan dalam satu kampung).

Nah, si Tua Teno inilah yang akan tampil sebagai Torok (penutur) sembari memegang ayam jantan putih. Setiap satu bait torok selesai, ia mencabut bulu ayam sehingga ayam ituu mengeluarkan suara.

Sementara pada upacara berlangsung sang pemilik kebun beserta keluarga yang lain duduk bersila disekitar Tua Teno tadi.

"Yo Mori, agu ised pa'ang bele. Ami kudu tegi berkak dite, porong apa sot weri danak'm wua dia't cepisa agu jaga koes lite.......(dst). (Ya Tuhan, juga untuk para leluhur, kami anak Mu meminta berkat dan perlindungan. Kiranya apa yang kami tanami kelak tumbuh dan berbuah hingga dijaga agar tidak diserang hama wereng dan binatang)"

Biasanya doa pengantar dan/pembuka si penutur seperti itu. Kendati pun untuk melakukan Torok tidak boleh dilakukan oleh sembarang orang. Dalam hal ini hanya dilakukan oleh sesepuh dan atau orang yang berpengalaman saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun