Mohon tunggu...
Go Teng Shin
Go Teng Shin Mohon Tunggu... -

Menulis dengan Data dan Logika.\r\nHobby tertawa, tinggal di Jakarta Barat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ahok dan Euforia Turunan Singkek

30 Maret 2016   10:49 Diperbarui: 1 April 2016   00:59 15434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ahok tidak ada kejujuran jadi pejabat, maunya menyalahkan orang lain, sudah salah tak mau bersikap ksatria. Gratifikasi dilaporkan ke KPK dengan memanggil ramai wartawan. Sementara di belakang menggunakan asset Pemprov untuk markas timsesnya, rapat di Balai Kota dengan timsesnya.  Ini yang kelihatan, bagaimana dengan biaya operasional ratusan juta sampai miliaran setiap bulan di bawah kendalinya, apakah bisa dipertanggung-jawabkan tak ada yang melenceng untuk keperluan kampanye dan pencitraan Ahok? Bukankah Ahok sendiri menuduh Jokowi pesta pora dengan APBD sampai Rp 1,2 triliun?

Karena itu jangan hitung seluruh suara pemilih Tionghoa di DKI sebagai 100% buat Ahok. Memang ada mental Singkek akut yang sampai mati akan pilih Ahok. Mereka ini mayoritas, yang sedang dalam euforia menemukan dewa. Tidak perlu mengharapkan rasionalitas, mengajak berdebat hanya akan sia-sia. Kalau bukan Ahok; Acong, Ahin, Afat juga sama saja, asalkan yang bisa memuas dahaga politik sehabis kemarau panjang.

Bukannya tidak bangga terhadap tokoh seperti Kwik Kian Gie (KKG), tapi ini berbeda. KKG berpijak pada pilar kebangsaan, tak pernah sedetikpun menjual keminoritasannya sehingga Singkek tidak merasa diwakili KKG. Parahnya KKG bahkan cenderung melawan hegemoni guanxi konglomerat yang menjadi ciri Singkek.  

Tapi di luar itu akan tetap ada minoritas yang bisa menilai obyektif. Mereka ini yang sedang berusaha mati-matian, untuk melawan anggapan bahwa Tionghoa satu suara untuk Ahok. Berjuang supaya euforia dukung-mendukung Ahok ini jangan seperti sejarah euforia kebablasan yang menuai akibat pahit bagi Tionghoa.

Jaya Suprana pergi ke Kampung Pulo, hendak memanjat ke atas tank apabila tidak dicegah Romo Sandy; tanpa memikirkan kelemahan fisik dan umurnya. Akwet memasang spanduk gede di atas restorannya di Glodok, menasehati Ahok supaya menjaga mulutnya; sampai spanduk itu diminta turunkan paksa oleh Satpol PP. Perhimpunan Sosial Candra Naya yang dirampas tanahnya oleh konglomerat yang bertransaksi dengan Ahok di Sumber Waras, I Wayan Suparmin, ketuanya sampai dipenjarakan karena berani bersikap melawan kekuasaan guanxi penguasa-pengusaha.

Perlawanan ini merupakan jalan sunyi bagi yang bersuara di luar rel dan opini mayoritas Tionghoa; acapkali menyakitkan dan dialienasi, dikucilkan, dianggap musuh, dicap orang aneh. Tapi semua ini akan bernilai, jika saat mata pihak lain melihat Ahok dalam statusnya sebagai triple minoritas bersikap arogan dan menyakiti berbagai pihak; mayoritas tahu bahwa masih ada suara rasional di luar sana. Masih ada semangat kebangsaan dan mengutamakan damai daripada umbar hawa perang dan tarik urat leher. Bahwa tidak semua minoritas gagal bersikap obyektif dan membabi-buta berada di belakang Ahok.

Jakarta, 30 Maret 2016

GTS69

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun