Mohon tunggu...
Theresia Elfrida
Theresia Elfrida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Seorang mahasiswa Hubungan Internasional di Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dunia yang Berubah: Dampak Covid-19 pada Migrasi dan Kebijakan Internasional

17 Mei 2023   00:05 Diperbarui: 17 Mei 2023   00:03 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pandemi COVID-19 berdampak besar pada pola migrasi global. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, pandemi telah mengganggu migrasi internasional dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan perkiraan 2 juta migran terdampar karena pembatasan perjalanan dan penutupan perbatasan pada awal tahun 2020 (United Nations, 2020). Pandemi juga mempengaruhi pola migrasi, dengan pergeseran yang diamati dari kota ke daerah pedesaan dan dari lingkungan perkotaan ke pinggiran kota (International Organization for Migration, 2020). Pekerja migran temporer sangat terpengaruh, dengan banyak yang menghadapi kehilangan pekerjaan dan ketidakpastian tentang masa depan mereka di negara tuan rumah (Baldwin-Edwards, 2021). Dampak ini cenderung bertahan lama dan akan membutuhkan perhatian berkelanjutan dari pembuat kebijakan dan organisasi internasional.

Penutupan perbatasan dan pembatasan perjalanan berperan penting dalam membentuk arus migrasi global selama pandemi COVID-19. Menurut sebuah studi oleh International Organization for Migration, lebih dari 200 negara menerapkan pembatasan perjalanan sebagai tanggapan terhadap pandemi, yang mempengaruhi migrasi reguler dan tidak resmi (International Organization for Migration, 2020). Dampak dari langkah-langkah ini sangat signifikan bagi pekerja migran temporer, yang mungkin tidak dapat kembali ke rumah atau mengakses layanan kesehatan dan layanan lain di negara tuan rumah (Baldwin-Edwards, 2021). Pembatasan ini juga berimplikasi pada populasi pengungsi dan pencari suaka, dengan banyak yang menghadapi tinggal lama di kamp dan pusat penahanan yang penuh sesak dan kekurangan sumber daya (United Nations, 2020). Ketika pandemi terus berkembang, peran penutupan perbatasan dan pembatasan perjalanan dalam membentuk arus migrasi kemungkinan akan tetap menjadi perhatian kritis bagi pembuat kebijakan dan organisasi internasional.

Kemerosotan ekonomi telah terbukti berdampak signifikan pada keputusan dan hasil migrasi. Dalam konteks pandemi COVID-19, banyak pekerja migran temporer yang kehilangan pekerjaan dan ketidakamanan ekonomi, yang dapat menyebabkan keputusan untuk pulang atau mencari pekerjaan di negara lain (Baldwin-Edwards, 2021). Dampak kemerosotan ekonomi terhadap migrasi bersifat kompleks, dengan faktor-faktor seperti ketersediaan perlindungan sosial, akses ke pelayanan kesehatan, dan tingkat perkembangan ekonomi di negara asal dan tujuan, semuanya mempengaruhi keputusan dan hasil migrasi (Fassmann et al., 2020). Dalam beberapa kasus, kemerosotan ekonomi dapat menyebabkan peningkatan arus migrasi karena individu mencari peluang baru, sementara di kasus lain, hal itu dapat mengakibatkan berkurangnya migrasi sebagai akibat dari berkurangnya aktivitas ekonomi (Fassmann et al., 2020). Karena dampak ekonomi dari pandemi COVID-19 terus berlanjut, penting bagi pembuat kebijakan dan organisasi internasional untuk memantau tren ini dan mengembangkan respons yang tepat.

Pandemi COVID-19 berdampak signifikan terhadap kebijakan migrasi baik di tingkat nasional maupun internasional. Banyak negara telah menerapkan pembatasan perjalanan dan penutupan perbatasan dalam upaya mengendalikan penyebaran virus, yang berimplikasi pada migrasi reguler dan tidak reguler (International Organization for Migration, 2020). Langkah-langkah ini menimbulkan kekhawatiran tentang hak dan perlindungan pekerja migran dan pengungsi, serta dampaknya terhadap pola migrasi global (United Nations, 2021). Pandemi juga menyoroti perlunya koordinasi dan kerja sama yang lebih besar dalam kebijakan migrasi antar negara, khususnya di bidang-bidang seperti pemeriksaan dan pengujian kesehatan, pengelolaan perbatasan, dan penyediaan perlindungan sosial bagi para migran (Baldwin-Edwards, 2021). Karena pandemi terus berkembang, penting bagi pembuat kebijakan dan organisasi internasional untuk menyesuaikan pendekatan mereka terhadap kebijakan migrasi sebagai respons terhadap keadaan yang berubah.

Pandemi COVID-19 telah menyebabkan perubahan kebijakan yang signifikan terkait dengan kontrol perbatasan, pemrosesan visa, dan pemukiman kembali pengungsi. Banyak negara telah menerapkan pembatasan perjalanan dan penutupan perbatasan, mempersulit individu untuk bepergian melintasi perbatasan (International Organization for Migration, 2020). Pemrosesan visa juga terpengaruh, dengan banyak layanan konsuler ditutup sementara atau beroperasi dengan kapasitas yang berkurang (International Organization for Migration, 2020). Selain itu, program pemukiman kembali pengungsi telah terganggu, dengan banyak negara menangguhkan atau secara signifikan mengurangi jumlah pengungsi yang mereka terima (United Nations High Commissioner for Refugees, 2020). Perubahan kebijakan ini memiliki implikasi yang signifikan bagi para migran dan pengungsi, serta bagi sistem migrasi global secara keseluruhan (Baldwin-Edwards, 2021). Karena pandemi terus berkembang, penting bagi pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan dengan cermat dampak dari perubahan kebijakan ini dan mengembangkan tanggapan yang sesuai.

Pandemi COVID-19 telah menimbulkan sejumlah masalah etika dan hukum terkait perubahan kebijakan migrasi. Pembatasan perjalanan dan penutupan perbatasan telah menimbulkan pertanyaan tentang hak para migran dan pengungsi untuk mencari suaka dan perlindungan (International Organization for Migration, 2020). Penangguhan program pemukiman kembali pengungsi juga menimbulkan kekhawatiran tentang tugas negara untuk melindungi pengungsi di bawah hukum internasional (United Nations High Commissioner for Refugees, 2020). Selain itu, pandemi telah menyoroti ketidaksetaraan dan kerentanan yang ada dalam sistem migrasi global, terutama bagi pekerja migran yang mungkin tidak memiliki akses ke pelayanan kesehatan dan perlindungan sosial (International Labour Organization, 2020). Mengatasi masalah etika dan hukum ini akan sangat penting dalam mengembangkan tanggapan yang efektif dan adil terhadap pandemi (Lakshmanan & Duvvury, 2020).

Pandemi COVID-19 telah menghadirkan sejumlah tantangan bagi para pengungsi dan pencari suaka di seluruh dunia. Banyak pengungsi dan pencari suaka hidup dalam kondisi yang penuh sesak dan tidak sehat, yang mempersulit penerapan jarak fisik dan menjaga kebersihan yang baik (International Organization for Migration, 2020). Selain itu, banyak pengungsi dan pencari suaka memiliki akses terbatas ke pelayanan kesehatan dan menghadapi hambatan untuk mengakses layanan penting karena perbedaan bahasa dan budaya (Murray & Ling, 2020). Pandemi juga menyebabkan penangguhan prosedur suaka di beberapa negara, membuat banyak pengungsi dan pencari suaka dalam keadaan limbo (European Council on Refugees and Exiles, 2020). Tantangan-tantangan ini berdampak signifikan terhadap kesehatan mental dan fisik para pengungsi dan pencari suaka, menyoroti perlunya respons yang efektif untuk memenuhi kebutuhan unik mereka selama pandemi.

Pandemi COVID-19 berdampak signifikan pada krisis pengungsi global dan upaya bantuan kemanusiaan. Pandemi telah memperburuk tantangan yang dihadapi oleh para pengungsi dan orang-orang terlantar, termasuk akses terbatas ke perawatan kesehatan dan sanitasi, kerawanan pangan, dan kurangnya akses ke pendidikan (United Nations, 2020). Selain itu, pandemi telah mengakibatkan penutupan perbatasan dan pembatasan perjalanan internasional, mempersulit pengungsi dan pencari suaka untuk mengakses perlindungan dan dukungan (Refugees International, 2021). Tantangan-tantangan ini telah memberikan tekanan yang signifikan pada sistem bantuan kemanusiaan, dengan banyak organisasi menghadapi kekurangan dana dan tantangan logistik dalam memberikan bantuan (The New Humanitarian, 2020). Akibatnya, banyak pengungsi dan orang terlantar menghadapi kerentanan yang meningkat dan membutuhkan dukungan mendesak.

Respons kebijakan terhadap pandemi COVID-19 berdampak signifikan terhadap populasi pengungsi dan pencari suaka. Banyak negara telah menerapkan langkah-langkah seperti penutupan perbatasan, pembatasan perjalanan, dan persyaratan karantina, yang mempersulit pengungsi dan pencari suaka untuk mengakses perlindungan dan dukungan (Refugee Rights Europe, 2020). Dalam beberapa kasus, tindakan ini mengakibatkan individu terdampar di perbatasan atau di fasilitas penahanan tanpa akses ke perawatan kesehatan yang memadai atau kebutuhan dasar (Human Rights Watch, 2020). Selain itu, pandemi telah mengakibatkan penurunan proses pemukiman kembali dan suaka, membuat banyak pengungsi dan pencari suaka dalam keadaan limbo dan tanpa jalan menuju keselamatan (International Rescue Committee, 2020). Kebijakan-kebijakan ini memiliki implikasi hak asasi manusia yang signifikan, dengan banyak orang tertinggal dalam situasi rentan dan berbahaya.

Dari tulisan di atas, dapat disimpulkan bahwa pandemi COVID-19 telah berdampak besar pada pola migrasi global. Langkah-langkah seperti penutupan perbatasan dan pembatasan perjalanan telah mengganggu migrasi internasional dan mempengaruhi pola migrasi, dengan pergeseran yang diamati dari kota ke daerah pedesaan dan dari lingkungan perkotaan ke pinggiran kota. Pekerja migran temporer sangat terpengaruh, dengan banyak yang menghadapi kehilangan pekerjaan dan ketidakpastian tentang masa depan mereka di negara tuan rumah. Dampak ini cenderung bertahan lama dan membutuhkan perhatian berkelanjutan dari pembuat kebijakan dan organisasi internasional. Pandemi COVID-19 juga menyoroti perlunya koordinasi dan kerja sama yang lebih besar dalam kebijakan migrasi antar negara, khususnya di bidang-bidang seperti pemeriksaan dan pengujian kesehatan, pengelolaan perbatasan, dan penyediaan perlindungan sosial bagi para migran. Penting bagi pembuat kebijakan dan organisasi internasional untuk menyesuaikan pendekatan mereka terhadap kebijakan migrasi sebagai respons terhadap keadaan yang berubah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun