Mohon tunggu...
Gangsar S
Gangsar S Mohon Tunggu... Administrasi - Chemical Engineer yang pernah berkarya di bidang proses bioteknologi, dan kini di bidang energi.

S1&S2 Tohoku University Jepang, 4yrs R&D Proses Bioteknologi (Jepang), Oil & Gas (Indonesia)

Selanjutnya

Tutup

Money

Tren Pasar Migas Dunia, Indonesia?

21 Maret 2019   17:30 Diperbarui: 21 Maret 2019   17:54 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membaca suggested news dari browser handphone beberapa hari terakhir ini, dan mengkorelasikan berita2 tersebut semakin memperkuat kesimpulan saya bahwa Indonesia seharusnya mulai menitik beratkan pemanfaatan energi gas menggantikan bahan bakar minyak.
 - LNG oversupply
 - Kekurangan pasokan minyak

Sepertinya beberapa negara sudah mulai menyadari hal tersebut dan mulai berinisiatif untuk lebih memanfaatkan gas. Filipina akan membangun LNG receiving terminalnya. Begitu juga Vietnam, dan Australia.

Malaysia malah berusaha melangkahi Singapura yang telah lebih dahulu berusaha menjadi LNG hub di tahun 2016. Malaysia berencana untuk membangun LNG dan LPG hub. Tidak disebutkan Indonesia sebagai potensial client dalam artikel tersebut, namun mengingat besarnya impor LPG Indonesia, saya yakin kita akan menjadi pelanggan LPG hub Malaysia.

Sebetulnya, Indonesia juga bukannya tidak berbuat apa-apa, kita memiliki tiga fasilitas LNG regas terapung/FSRU (Nusantara Regas, PGN Lampung, Benoa Bali), dan satu di darat (Arun Regas). Namun itu semua masih merupakan konversi, tidak satupun didesain dari awal untuk melakukan sinergi pemanfaatan agar dapat menekan biaya operasi. Juga pengembalian biaya investasi yang masih baru dimulai cukup membebani.
Akibatnya biaya regas di Indonesia termasuk tertinggi di dunia berdasarkan data Wood Mackenzie tahun 2016.

Pemanfaatan LNG sebetulnya tidak melulu membutuhkan fasilitas regas skala besar. Cina mungkin menjadi pelopor dalam pemanfaatan LNG skala kecil, termasuk juga kilang miniLNG. 

Penemuan cadangan gas di Cina tidak cukup besar untuk menutup biaya pembangunan infrastruktur pipa sampai dengan pembeli. Oleh karena itu Cina mengembangkan miniLNG dalam format skid yang portabel. Ketika cadangan gas sudah habis, skid tersebut dapat dengan mudah dibongkar dan dibawa ke tempat penemuan cadangan baru. 

LNG yang diproduksikan diangkut menuju lokasi pengguna dengan truk yang dilengkapi tangki cryogenic gas, seperti yang digunakan untuk membawa nitrogen dan oksigen cair. LNG tersebut diregasifikasi di tempat pengguna, seperti apartemen, hotel, industri, dsb.

Walau belum ada kilang miniLNG, namun skema LNG trucking tersebut sudah ada juga di indonesia walaupun masih sangat terbatas. Untuk menyiasati pemadaman yang sering terjadi, toko-toko terlebih lagi mall di Balikpapan memiliki genset sendiri. Untuk menghemat biaya, ada 2 pusat pertokoan di Balikpapan yang memiliki unit regas mini, dengan pasokan LNG melalui trucking dari kilang Bontang.

Skema ini dapat digunakan untuk mengembangkan jaringan gas di tempat2 yang belum terjangkau pipanisasi dari lapangan gas, sehingga dapat mengakselerasi pemanfaatan gas dalam negeri.

Faktor2 yang menggiring saya pada kesimpulan bahwa kita harus beralih untuk menggunakan gas sebenarnya tidak hanya supply demand dunia dan perkembangan teknologi miniLNG. Sebagai faktor utama adalah:

  • perbandingan harga minyak dan gas,  
  • supply dan demand domestik, serta 
  • potensi masa depan dari Penemuan cadangan2 baru,

yang sepertinya perlu saya tulis terpisah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun