Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Ehipassiko dalam Meditasi

7 Juni 2023   05:55 Diperbarui: 7 Juni 2023   05:56 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ehipassiko dalam Samadhi (gambar: mindworks.org, diolah pribadi)

Salah satu daya tarik Dhamma sebagai ajaran agama konon adalah ke-objektif-annya. Ke-logis-an konsep dan prinsip ehipassiko Dhamma membuat Agama Buddha menjadi agama yang paling dekat dengan ilmu pengetahuan dan teknologi --penggerak utama di alam manusia.

Kata Ehipassiko muncul di Paritta Dhammanusati sebagai salah satu kualitas dhamma1 yang diterjemahkan bebas menjadi "Mengundang untuk dibuktikan".

Pongah ya?

Sebetulnya bukan pilihan. Ajaran yang baik di alam manusia tidak akan bergantung pada siapa yang mengajar, kapan diajarkannya, dimana diajarkannya dan bagaimana diajarkannya. Itulah prinsip objektifitas yang menjadi roh ilmu pengetahuan dan teknologi.  Tapi Dhamma tidak hanya berlaku di alam manusia. Dhamma berlaku di segala alam dan karenanya Dhamma tidak bergantung di alam apa diaplikasikannya. Dhamma benar secara absolute (akaliko) dan bersifat spiritual (opanayiko) - subjektif sifatnya.

Delapan ruas jalan tengah (Arya athang Ika magga) yang merupakan inti ajaran Sang Buddha sering dikelompokkan menjadi tiga bagian. Sila (Vacca, Ajiva dan Kammanta), Samadhi (Vayama, sati dan samadhi) dan Panna (Ditthi dan Sankappa). Dari ketiga kelompok ini yang bisa diyakini secara objektif hanya Sila karena dengan mudah diamati sebab-akibatnya. Samadhi dan Panna hanya bisa diyakini kalau dijalankan, direnungkan dan dialami, karena bersifat subjektif.

Sebagai manusia kita menjadi yakin akan sesuatu tidak melulu karena kita tahu (objektif). Kita bisa yakin tanpa tahu kalau kita alami (subjektif). Contohnya buah favorit. Penulis "yakin" pepaya lebih enak dari pada jeruk tapi tidak tahu kenapa apalagi kalau diharuskan menjelaskan ke orang lain. Hal yang sama terjadi pada warna favorit, musik favorit dan favorit-favorit lainnya. Analogi ini sangat membantu penulis dalam upaya memahami dan menjalankan Dhamma. Terutama sisi-sisi subjektif seperti Hukum Kamma dan Punnabhava.

Termasuk ke-objektif-an meditasi (bhavana). Bagaimana "terundang untuk membuktikan" kebenaran samadhi ? Pertanyaan yang sama sulitnya dengan membuktikan pepaya lebih enak dari jeruk tadi. Bahkan ketika yang bertanya bersedia mecoba pun "hasilnya" bisa lain. Bagi dia pepaya dibandingkan jeruk, lebih enak durian (Lho ?!?!?).

Mungkin karena itu ehipassiko diterjemahkan jadi MENGUNDANG untuk dibuktikan. Artinya Dhamma bebas dipelajari, dianalisa dan dipraktekkan tapi tidak bisa menjamin kesimpulan yang sama di alam manusia karena kondisi bathin setiap orang yang berbeda. Kondisi yang terbentuk dari kamma di kehidupan lampau. Dibutuhkan "talenta" spiritual untuk menyadari keniscayaan penderitaan dalam kehidupan (manusia) dan tekad luhur mencari jalan melenyapkan penderitaan.

Uraian selanjutnya penulis paparkan dengan asumsi bahwa anda semua punya "talenta" spiritual tersebut. Paparan juga tidak dimaksudkan sebagai panduan apa yang benar atau yang baik tapi lebih pada upaya penulis memulai dialog, membuka diri dalam upaya menjalankan dhamma secara umum dan bermeditasi secara khusus dengan lebih baik. Sebuah praktek yang dalam dunia akademis sering disebut peer viewing.

Karena dalam kerangka pembuktian (ehipassiko) penulis juga akan berusaha mengkaitkan fenomena fisik dan mental dalam keseharian supaya ada yang bisa diperbandingkan, sesuatu yang akan sukar sekali untuk tidak terdengar sebagai cocokologi, tapi ya itulah rasanya pepaya buat penulis. Minimal, saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun