Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Agama, Sang Komplementer Ego

23 Mei 2023   05:55 Diperbarui: 23 Mei 2023   05:59 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Agama, Sang Komplementer Ego (gambar: vermontpublic.org, diolah pribadi)

Terkadang, atau bahkan seringkali, kita menjumpai mereka yang "ahli" dalam hal agama sehingga merasa itulah kebenaran sejati yang absolut. Bahkan, tidak menutup kemungkinan kita pun menjadi salah satu jenis manusia yang seperti itu. Lantas, hal ini menimbulkan kebingungan...benarkah belajar agama bisa benar-benar membuat seseorang menjadi lebih baik atau malah menjadi pendekar kebenaran yang kesiangan dan sok tahu?

Sungguh ironis bukan? Ketika agama mengajarkan esensi yang tanpa ego, tetapi malah dijadikan sebagai Komplementer Ego. Ketika Buddha, Yesus, Nabi Muhammad SAW, dan Guru-guru besar agama lain mengajarkan kebaikan lewat kitab-kitab dan teks-teks suci, orang-orang malah meributkan kitab-kitab itu sendiri.

"Kitabku benar, kitabmu palsu. Firman agamaku benar, firman agamamu cuma buatan orang."

Jaman sekarang, seolah-olah privasi sudah bukan hal dan hak lazim dari tiap individu. Sosial media dijadikan ajang mengungkapkan privasi yang mungkin orang lain tidak perlu tahu bahkan mungkin tak ada yang peduli.

Demikian pula agama yang merupakan peta pribadi menuju spiritualisme personal malah sekarang diungkap-ungkapkan bahkan dinyatakan dengan lantang sebagai kebenaran mutlak dan tiap orang yg tidak mengikuti peta (baca: agama) itu dinyatakan sebagai sesat, kafur, dan sebagainya. Terkadang, kita lupa bahwa spiritualisme masing-masing orang sangatlah beragam (hal ini sebenarnya yang menjadi alasan munculnya berbagai agama di dunia).

Ahli agama berakhlak buruk lebih dipuji daripada yang hanya tahu sebait dua bait syair dalam kitab suci tetapi benar-benar melaksanakannya. Ahli agama yang tampaknya sangat religius namun bermoral busuk bagaikan tempat sampah yang disemprot pewangi. Agama dijadikan ajang mencari uang, dijadikan ajang unjuk pengetahuan (baca : unjuk ego).

Sesekali, kita harus berhenti sejenak dan berpikir, sudahkah saya menggunakan agama saya dengan baik dan benar? Apakah agama saya hanya menjadi pelengkap ego saya atau menjadi pembasmi ego saya? Apakah agama saya sudah mampu membuat saya menjadi orang baik? Jika jawabannya belum, perbaiki hati kita, ucapan kita, perbuatan kita.

Mari kita bersama-sama berusaha belajar menjadi orang yang baik, menjadi orang yang spiritual, menjadi orang yg menyenangkan bagi banyak orang. Perbanyak diskusi alih-alih perdebatan yang sehat dan suatu saat, dunia akan menjadi tempat yang layak bagi orang-orang suci untuk berdiam.

Sadhu, subham sarva mangalam!

**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun