Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Kebahagiaan Sulit Dipahami?

30 Maret 2023   05:55 Diperbarui: 30 Maret 2023   05:53 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengapa Kebahagiaan Sulit Dipahami? (gambar: gbhoh.com, diolah pribadi)

Lupa dari mana cerita ini, tapi masih sering direnungkan.

Dikisahkan sepasang suami istri petani yang sedang asik membersihkan sawah di pinggir jalan raya. Tanpa mereka sadari, hujan turun dengan derasnya. Secepatnya mereka berlari untuk berteduh, sayangnya tidak ada tempat berteduh.

Dengan memotong sebuah daun pisang sebagai payung, mereka bergegas kembali ke rumah. Hari hujan membuat jalan becek dan licin, berjalan di pinggiran sawah harus berhati-hati, lagi pula daun pisang yang tidak besar sehingga harus berjalan berdepetan dan berpegangan tangan agar ketika terperosok dapat dibantu.

Hujan masih turun, ketika menyusuri jalan, suami istri ini melihat seseorang sedang kehujanan mengendarai motor. Sang istri berkata, "Wah bahagianya kalau punya motor, bisa segera sampai di rumah, tanpa harus berjalan jauh".

Pengendara motor tersebut tergesa-gesa, karena lupa membawa jas hujan. Lagi pula ia khawatir motor tuanya mogok, karena kena air hujan. Sebelumnya ia berpapasan dengan sebuah mobil kecil yang tua, tanpa jendela kaca juga menembus hujan. Pengendara motor berpikir: "Bahagianya punya mobil bisa pulang tanpa kehujanan sama sekali".

Pengendara mobil tua ini was-was karena mobil tuanya baru saya mogok tadi pagi. Ia tambah khawatir ketika berpapasan dengan sebuah mobil sedan mewah karena air hujan tersembur ke atas. Ia berpikir: "Alangkah bahagianya naik mobil mewah".

Penumpang mobil mewah itu seorang wanita cantik, matanya memandang jauh, pikirannya melayang entah kemana. Tiba-tiba ia melihat sepasang petani yang sedang bergenggaman tangan berlari kecil, berpayung daun pisang. Matanya terus mengikuti pasangan petani itu sampai harus menoleh kebelakang. Ia berseru: "Alangkah bahagianya pasangan itu, mesra sekali, berpegangan tangan melalui hujan". Ia terdiam kembali, memikirkan suaminya sudah berhari-hari tidak pulang, tak dapat dihubungi, jika ada pun tak bisa berbicara, karena selalu bertengkar.

Kebahagiaan memang setiap orang melihat dengan cara yang berbeda. Kebahagiaan bagi seseorang belum tentu kebahagiaan bagi yang lain. Bahkan kebahagiaan yang mungkin kita rasakan suatu saat belum tentu kebahagiaan pada waktu yang lainnya.

Jika saja pasangan petani itu berpikir seperti wanita cantik di mobil mewah itu, ia memiliki pasangan yang setia dan saling mencintai, tentu mereka bahagia.

Jika saja pengendara motor itu berpikir seperti petani itu, ia akan merasa bahagia. Jika saja pengendara mobil tua itu berpikir seperti pengendara motor, maka ia akan merasa bahagia. Kalau saja wanita cantik itu berpikir seperti pengendara mobil tua, ia akan merasa bahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun