Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Menua dalam Sepi

13 Maret 2023   05:55 Diperbarui: 13 Maret 2023   07:17 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen: Menua Dalam Sepi (gambar: economictimes.indiatimes.com, diolah pribadi)

Entah mengapa pagi ini terasa berbeda. Lebih sunyi, lebih senyap. Apakah hanya perasaanku saja atau memang suasananya seperti ini.

Diiringi rintik hujan pagi yang menambah kesenduan, raga ini pun enggan bergerak dari atas tempat tidur.

Mataku terbuka, tetapi batinku tenggelam dalam ribuan angan. Tiba-tiba saja, lamunanku terhenti, memikirkan Mbah Putriku yang tinggal di desa yang terletak di pegunungan.

Mbah Putriku kini tak sebugar sebelumnya, tadinya ia masih bisa beraktivitas sendiri, tetapi kini sudah linglung. Ia bahkan tidak bisa mengenali cucu-cucunya yang datang berkunjung. Tidak seperti dulu lagi. Tidak seperti pada tahun-tahun sebelumnya saat aku berkunjung. Saat itu beliau masih biasa bercanda.

Aku masih ingat bagaimana beliau sembari beraktivitas di kebun kecilnya, kami bersenda gurau dengan riang. Tapi, kini hanya lamunan kosong yang lebih sering kulihat dari tatapan si Mbah.

Aku mendengar kabar si Mbah tidak sehat. Memang sudah seminggu ini beliau sakit, tapi aku belum sempat mengunjunginya. Hari ini kebetulan anakku libur sekolah dan suami juga libur dari kantornya, kami pun memutuskan untuk mengunjungi si Mbah.

Setelah dua jam lebih perjalanan, kami pun tiba di rumah pakdeku. Ya, sekarang si Mbah tinggal bersama pakde karena beliau sudah tidak bisa beraktivitas sendiri lagi. Ayahku dan paman-pamanku yang lainya hanya bisa memantau dan menyokong si Mbah dari jauh, karena mereka sudah merantau dan mengadu nasib di kota lain yang sangat jauh dari tempat kami.

Aku pun langsung menghampiri Mbah putri yang sedang tiduran di ranjang di depan TV. Ternyata keadaan si Mbah sudah membaik. Sebelum mendekat, aku menatapnya dari balik sekat dinding yang memisahkan ruangan si Mbah dan ruang tamu tempatku berada. Air mataku menetes karena si Mbah tak lagi seperti biasanya. Si Mbah tak lagi seantusias dulu menyambut kehadiranku. Tidak seperti itu lagi.

Bukan karena beliau tidak menyadari kehadiranku, ia tahu tentang kedatanganku. Namun, kulihat tatapannya benar-benar sepi memandangi layar TV yang mati.

Dulu saat aku datang si Mbah dengan riang berdiri sembari memelukku dan cucu buyutnya. Duduk dan masak bersama di perapian tungku yang sudah usang sambil berbincang bincang masa lalu. Seketika hatiku pun pilu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun