Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

His/Her Name is Also "Samsara"

30 Januari 2023   05:55 Diperbarui: 30 Januari 2023   06:00 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
His/Her Name Also Samsara (gambar: freepik.com, diolah pribadi)

Dalam hidup ada dua jenis penderitaan jika ditinjau dari penciptaannya: penderitaan yang diciptakan sendiri dan penderitaan yang bawaan dari kelahiran alias asli dari kehidupan. Jenis pertama bisa dihindari dengan cara mengubah pola pikir atau mengembangkan perenungan yang bijaksana, sedangkan jenis kedua tidak terelakkan sejak kita memperoleh tubuh dan batin yang merupakan sasaran bagi perubahaan sinambung.

Kehidupan kita alami sebagai pengalaman yang baik atau menyenangkan dan pengalaman yang buruk atau tidak menyenangkan, serta bukan baik pun bukan pula buruk. Untuk pengalaman-pengalaman menyenangkan, tak ada keluhan atasnya, tentu saja! Karena cuma orang gila yang mengeluhkan pengalaman menyenangkan. 

Tetapi bila mengalami hal-hal buruk, kecondongan kita secara umum adalah selalu ingin melongok keluar untuk mencari siapa kambing hitam yang perlu dikorbankan, demi menghibur perasaan kita yang sedang kecewa akibat suatu harapan tak terkabulkan, misalnya, atau hal-hal buruk lainnya yang mematahkan hati dan semangat hidup.

Padahal dalam kenyataan, apa yang kita anggap sebagai pengalaman buruk gara-gara si anu atau si ana, sesungguhnya dari sejak mula bukan salah si anu atau si ana. Memang, jika mau adil, pada kasus-kasus tertentu si oknum benar-benar bersalah, tetapi jika dirunut jauh ke akar-akarnya kita akan temukan bahwa hal-hal demikian dan oknum-oknum demikian itu hanya bisa ada dan kita alami karena kita berada di satu komedi putar bernama samsara.

Secara ringkas, kehidupan di putaran lahir-mati bernama samsara ini dicirikan oleh anicca (ketidakkekalan), dukkha (ketidakmemuasan), dan anatta (tanpa inti diri). Dalam hidup, tidak ada sesuatu pun yang kekal, semua senantiasa berubah baik kita sadari maupun tak sadari. 

Dalam hidup, tidak ada yang benar-benar memuaskan, selalu ada sesuatu yang terasa kurang betapa pun sempurna kehidupan yang kita alami. Dalam hidup, tidak ada yang benar-benar dapat kita kendalikan. Kita merasa kita memiliki kehidupan ini sepenuhnya, tetapi dalam kenyataan bahkan untuk sekedar mengatur agar perasaan kita selalu happy everyday pun kita tidak sanggup.

Namanya juga samsara.....

Apa yang mau kita harapkan dari sini? Kehidupan sempurna dengan semua makhluk penuh welas asih, pengertian, baik hati, dan selalu siap menolong kapan pun di mana pun dan dengan cara apa pun? Atau cuaca yang selalu pas dan sesuai keinginan kita, yang tahu untuk tidak hujan saat kita baru selesai mencuci motor/mobil?

Namanya juga samsara....

Apa yang mau kita harapkan darinya? Sistem komputer dan gadget tanpa cela yang selalu up to date dan canggih, dengan jaringan internet superkilat tanpa biaya, anti-lelet, anti-badai, anti-mogok, dan bisa merawat dan menumbuhkan dirinya sendiri? Atau rumah yang selalu bersih terawat, dan nyaman menyejukkan tanpa perlu dibersihkan atau dirawat, yang adem ketika musim panas dan hangat saat musim dingin, selalu harum menyegarkan dengan wewangian aromatherapy anti-boring, anti-bengek, yang anti-banjir, anti-gempa, anti-serangga, dan bisa dibawa travelling seperti rumah siput atau kura-kura?

His/her name also samsara...., kata bule jadi-jadian dengan bahasa jadi-jadian.

Ketika di tengah hutan ada sebatang pohon sarat buah-buahan ranum nan menggiurkan, kita tergoda dan ingin memetik buah-buahan tersebut. Kita panjat pohon yang tinggi dan dedaunannya amat rimbun itu hingga ke puncak-puncaknya, menikmati buah sambil duduk di salah satu dahannya yang perkasa. Lalu seseorang lainnya datang ke pohon tersebut, dia perlu kayu untuk membangun rumah. Dia pun mulai menghidupkan gergaji mesin yang meraung-raung ganas, siap menebang pohon itu. Jika kita tidak bergegas turun, kita akan binasa bersama pohon yang tumbang.

Apakah si penebang jahat? Bisa jadi dia tidak bermaksud jahat, dia tak melihat keberadaan kita dari bawah dan dia hanya sekadar menjalankan keinginannnya untuk memenuhi kebutuhannya. Apakah kita salah telah memanjat pohon itu yang ternyata malah membawa petaka? Tidak juga. Kita bertindak sesuai dengan dorongan keinginan kita untuk menikmati buah-buahan dari pohon tersebut.

Jadi, sebenarnya apa yang terjadi?

Yaaa...
His/her name also samsara...
Begitulah samsara.

**

Bali, 30 Januari 2023
Penulis: Chuang Bali, Kompasianer Mettasik

Orang Biasa yang Bercita-cita Luar Biasa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun