Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perenungan Terhadap Kehidupan dan Kekotoran Batin

27 November 2022   05:29 Diperbarui: 27 November 2022   05:39 869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perenungan Terhadap Kehidupan dan Kekotoran Batin (gambar: incontext.indiana.edu, diolah pribadi)

Saya tetiba teringat dengan sebuah lagu Buddhis. Judulnya, "ingatlah Kawan." Lagu yang diajarkan pada Sekolah Minggu tersebut mengajak orang untuk selalu eling lan waspodo. Selalu sadar dan berintropeksi. Bukan hanya ditujukan kepada umat Buddha, tetapi juga berlaku bagi semua orang.

Syair lengkapnya sebagai berikut:

"Ingatlah kawan, ajaran sang Buddha, janganlah kita berbuat jahat dengan pikiran, kata, perbuatan. Hendaklah kita buat kebajikan. Semua derita umat manusia, karena lobha, dosa, moha, dan avidya. Kita singkirkan ikatan- ikatan belenggu. Tanha sumbernya derita."

Dalam agama Buddha, sumber dari penderitaan terdiri dari keserakahan (lobha), kebencian (dosa), dan ketidaktahuan / kebodohan (moha). Begitu juga kegelapan batin (avidya) dan ketidakpuasan / kehausan yang terus menerus (tanha). Inilah lima hal yang menjadikan manusia menderita.

Kebutuhan hidup sehari-hari diperlukan untuk mejaga kelangsungan hidup, bertahan, dan memenuhi segala yang dibutuhkan. Menjaga kepemilikan, agar semua hal yang dikuasai bisa difungsikan. Manusia harus memiliki semua itu. Mulai dari sandang, pangan, papan. Kebutuhan primer, sekunder, hingga terkadang barang mewah.

Hidup dengan kepemilikan tidak ada salahnya. Hanya saja Guru Agung Buddha mengajarkan seseorang untuk tidak berlebihan. Selalu eling dan menjadikan jalan tengah sebagai penyeimbang.

Untuk itu, ada berapa cara yang disarankan agar kita bisa senantiasa waspada. Melakukan perenungan dalam menghayati makna ajaran Buddha dari Paritta-Paritta Suci, bermeditasi saat pagi, malam, dan senantiasa menjaga kondisi mindfulness setiap saat kita beraktivitas.

Tujuannya tidak lain agar kita selalu sadar akan kemunculan lobha, dosa dan moha. Bukan untuk dihindari, karena pikiran yang belum terlatih akan senantiasa dikunjungi. Tapi, yang terpenting adalah bagaimana kita bisa menyadari kemunculan Ketiga Akar Kejahatan tersebut. Sekaligus mengerem, dan tidak termakan aksi provokasinya.

Pikiran yang kurang terlatih, bisa terus dilatih. Jika kita sudah punya tekad dan serius, retret meditasi adalah jawabannya. Membantu kita untuk lebih terampil bermeditasi, sekaligus mengenal Dhamma dengan lebih baik. Dengan demikian, batin akan semakin berkualitas dan kemampuan untuk terlepas dari ikatan-ikatan duniawi yang menjadi sumber penderitaan.

Lalu timbullah pertanyaan, mengapa keinginan duniawi bisa disebut dengan sumber penderitaan? Sementara manusia yang masih hidup pasti memiliki keinginan duniawi.

Umat Buddha melakukan meditasi tujuannya untuk mengamati. Napas keluar masuk adalah objek yang paling umum. Ada pula yang menggunakan objek lainnya, seperti gerakan kaki pada meditasi berjalan.

Akan tetapi, pegamatan yang dilakukan lebih daripada itu. Kelak, pada level tertentu, seorang meditator juga akan mampu untuk menyadari bahwa ada juga kesadaran (Vinnana), Perasaan (Vedana), Bentuk-bentuk pikiran lainnya (Sankhara), Persepsi / penyerapan (Sanna) di dalam batin.

Hingga masuk kepada sebuah kesimpulan bahwa jasmani kita adalah tidak kekal adanya. Senantiasa berubah terus-menerus. Menyadarkan kita bahwa suatu saat, ajal akan datang menjemput.

Kesadaran ini kemudian akan membantu kita untuk menyadari adanya hakikat ketidakjelasan jasmani dan batin. Dengan menyadarinya, seseorang akan lebih luwes menerimanya. Dengan demikian, penderitaan akan lebih berkurang.

Namun, bukan hanya penderitaan saja. Tapi, juga kegembiraan. Euforia tidak perlu terlalu didewakan, karena pada akhirnya ia juga tidak kekal. Jadi, marilah kita senantiasa sadar, bahwa hidup ini tidak kekal. Kikislah kekotoran batin dengan menyadari bahwa kehidupan itu ada dan sedang kita jalani saat ini, pada saat ini.

Maka marilah kita bersama-sama untuk belajar, mempraktikkan, melaksanakan Dhamma agar kita senantiasa dapat maju dalam Buddha Sasana. Setahap demi setahap, hingga tercapainya tujuan akhir, Pembebasan Mutlak. Tercapainya Nibbana.

Semoga semua makhluk hidup Berbahagia, Sadhu (STD).

**

Tangerang, 27 November 2022
Penulis: Setia Darma, Kompasianer Mettasik

Dharmaduta | Penulis |Dosen | Trainer | Pensiunan ASN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun