Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Perasaan untuk Dirasa, Bukan Dibayangkan

2 November 2022   05:11 Diperbarui: 2 November 2022   05:15 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perasaan untuk Dirasa bukan untuk Dibayangkan (gambar: greatist.com, diolah pribadi)

Ketika sedang galau sering kita bilang seperti ini, "Coba kau bayangkan dulu perasaanku, tega-teganya dia mengkhianati aku." Nah, sudah benarkah kita menyuruh orang lain membayangkan perasaan kita, padahal perasaan itu tidak bisa dibayangkan tapi dirasakan.

Kali ini penulis akan bercerita tentang perasaan yang pernah penulis rasakan, mulai dari kecewa, sakit hati sampai bahagia. Semoga pembaca bisa merasakan perasaan yang dirasakan penulis. Mari sama-sama merasakan.

Beberapa tahun setelah pindah dari Medan ke Pangkalan Kerinci, saya dan suami pernah mengalami kondisi yang membuat kami bingung, panik, marah,cemas, dan entah apalagi perasaan yang timbul. Bercampur aduk dan bahkan putus asa.

Awalnya suami saya mengalami sakit perut yang didiagnosis dokter adalah sakit maag. Setelah beberapa minggu mengkonsumsi obat dari dokter di klinik perusahaan, tidak menunjukkan kemajuan yang signifikan. Maka saya membawa suami berobat ke dokter spesialis penyakit dalam yang memang dijadwalkan praktek di klinik perusahaan dua kali seminggu.

Hasilnya sama. Rasa cemas mulai membuat saya berpikir jauh, apakah ada sesuatu yang salah dengan pola makan, pola hidup, atau jangan-jangan diguna-guna.

Nahh.... kecemasan bisa membawa kita jauh dari akal sehat. Saya mulai memasak sendiri makanan suami, mengikuti apa saja yang disarankan oleh dokter, orang tua maupun teman-teman. Obat dokter dan obat herbal pun silih berganti diberikan dengan mengatur durasi waktu yang pas. Selisih pemberian obat dokter dan obat herbal minimal tiga jam. Dan terus berusaha menepis jauh-jauh pemikiran tentang hal-hal mistis yang mungkin terjadi.

Tidak sembuh juga, dari cemas berangkat ke rasa takut. Suami makin hari makin pucat, makin sakit dan makin lemah. Apa yang harus saya lakukan? Rasa takut ini membuat saya berusaha membawa suami ke dokter yang lain dan yang lain, inilah usaha yang bisa saya lakukan. Hasilnya nol.

Melihat suami yang makin lemah, saya tidak berani menunjukkan perasaan saya di depan dia. Saya pura-pura kuat. Dimana saya lampiaskan perasaan ini? Di kamar mandi, setiap kali saya mandi, di saat itulah emosi saya terlampiaskan dengan menangis dan menangis.

Satu bulan berlalu, saya kembali membawa suami saya ke dokter dan meminta pengecekan yang lebih intens. Tetapi dokter spesialis yang praktek di klinik menolak, katanya tidak perlu karena ini hanya akibat peningkatan asam lambung.

Tidak puas dengan keterangan dan tindakan dokter yang semakin banyak memberi obat-obatan, 2 butir sebelum makan dan 3 butir setelah makan dengan dosis 3 kali sehari. 15 butir obat sehari menurut saya sudah tak benar. Maka saya membawa suami saya ke dokter yang lain, bukan dokter provider asuransi. Tidak apalah bayar sendiri, hanya ini yang ada dipikiran saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun