Saat itu juga aku sedang kehilangan pegangan. Aku belum mengenal Dhamma dengan benar, aku mogok ke Vihara, karena kecewa dengan keadaan. Romonya pun jadi bulan-bulanan. Ceramahnya aku anggap tidak sesuai dengan perilakunya, pokoknya ancur abis deh.
Di waktu yang bersamaan ayahku pun pindah alam, padahal aku putri kesayangannya. Aku benar-benar terpuruk, ibarat orang sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Hari-hari selanjutnya kulalui layaknya robot. Bangun pagi, ngantor, makan, makan dan makan tanpa henti. Aku bisa menghabiskan dua mangkok mie ayam sekaligus, pulang makan dan tidur. Untungnya aku termasuk orang yang mudah terlelap. Begitu seterusnya setiap hari.
Alhasil dalam kurun waktu kurang lebih tiga bulan berat badanku bertambah sepuluh kilogram, sungguh sangat fantastis. Perangaiku berubah, aku benar-benar jadi orang bertemperamen tinggi. Ditambah lagi, sedari dulu aku memang orang yang berkarakter keras. Sedikit saja, senggol bacok.
Sampai disuatu senja, saat aku hendak pulang dan sudah duduk manis di mikrolet, tiba-tiba temanku berteriak memanggil dan menyuruhku untuk turun.
"Kak ada telpon dari bank AAA ..."
"Ach .... bilang aja saya sudah pulang" jawabku acuh tak acuh, aku lagi bete juga sih karena mikroletnya ngetem.
"Enny sudah bilang begitu kak, tapi katanya ini penting tentang PT.XXX!"
Bagaikan disengat kalajengking, aku langsung melompat turun. Dan untungnya telpon itu belum diputus.
Petugas bank itu memintaku untuk menceritakan kronologi transaksi dengan PT.XXX, yang dengan lancarnya kuceritakan, karena itu sudah memenuhi otakku selama tiga bulanan.
Setelah selesai bercerita, ibu itu mengarahkan agar aku membuat surat ke bagian bank garansi tanpa menyebutkan sebuah nama pun. Dia mendikte isi surat yang harus kubuat untuk kemudian aku kirim via facsimile. Beliau juga mengatakan dalam kurun waktu tujuh hari kerja pasti uangnya sudah masuk ke rekening perusahaan.