Mohon tunggu...
steven tamstil
steven tamstil Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru and penulis yang memiliki banyak hobby

Telah bekerja sebagai graphic designer and telah menjadi guru dan menjadi penulis.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Secret Club - Chapter 3

10 Februari 2019   07:26 Diperbarui: 10 Februari 2019   07:37 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Saya memakai baju seragam ini melambangkan kebanggan bagi diri dia dan diri saya sendiri. Saya bangga karena saya berusaha melebihi dari kakak saya yang dibanggakan oleh papa saya.

Papa seorang pengusaha yang sangat hebat, kreatif, dan ceria. Semua orang menyukai dia selayaknya seorang dermawan. Dibalik senyumnya, dia tidak berikan kepada keluarganya, terutama saya. Saya seperti produk gagal di depan dia. Dia lebih mengutamakan nama baiknya tidak tercemar, tapi dibalik kehidupan keluarganya tidaklah sempurna yang seperti orang luar bayangkan. 

Papa saya selalu bercerita dan membanggakan putra sulung dan sering cerita ke teman-temannya, bahwa kakak saya sedang kuliah di London di Universitas terkenal di sana. Sedangkan Papa saya sendiri tidak tahu nama Universitas kakak saya sendiri. Dia tidak peduli nama Universitas, dia pedulikan anak sulungnya sedang kuliah diluar itu saja. 

Kakak saya selalu berkata, semua keputusan saya bukan berasal dari papa kami, melainkan keputusan saya sendiri dan mama. Papa yang selalu memberikan perintah bahwa anaknya harus sekolah dipilih orang tuanya, jangan mengambil Universitas of Art, itulah sebuah lelucon atau sampah. 

Papa saya, kalau kamu ingin sukses kamu harus mengambil sekolah Business atau sekolah kedokteran. Dia berkata begitu, supaya dia bisa menunjukan kepada teman-temannya bahwa anak saya telah menjadi dokter dan manager. Keputusan yang diambil oleh papa saya ini adalah keputusan yang benar bagi masa depan saya. 

Pertanyaan saya adalah," Apa saya senang setelah mengambil sekolah yang bukan jurusan saya?" Saya memang tidak senang akan pilihan papa saya. Saya cuma berpikir dalam pikiran saya," Papa tidak pernah membiayakan saya sekolah. Sekarang papa mau urus campur urusan saya sekolah?" 

Kehidupan papa masa sekecil, hidup dalam keluarga besar. Dia tidak pernah diurus oleh orang tua, melainkan neneknya dan pengurus di rumah. Nenek dan Kakeknya cuma memerintah pembantu dan menyewa guru les datang ke rumah dan belajar. Papaku lahir dari istri kedua, Kakek saya ini dulu mempunyai banyak istri dan dia telah cerai berkali-kali. 

Karena di rumah Neneknya yang sangat megah, dia tidak boleh keluar dari rumah dan pergi sekolah harus bersama saudara-saudara dia lainnya. Pulang ke rumah langsung makan, mandi, tidur siang, dan sore hari belajar dan terakhir makan malam bersama keluarga besar. Saudara-saudara lainnya adalah termasuk sepupu-sepupunya juga. 

Nenek dan Kakek buyut memiliki banyak 4 anak laki-laki dan semua anak laki setelah menikah harus tinggal di rumah mereka dan tidak boleh terpisah. Itu sebabnya rumah dia sangat penuh dan besar. Karena didikan nenek dan kakek buyut sangat keras, dia sering sekali dipukul dengan rotan. 

Salah satu sepupu dari papaku tidak sekolah, dan menikah pada usia belia. Sebab nenek dan kakek buyut berkata,"Perempuan tidak perlu sekolah. Sebaiknya kamu urus dapur saja." Itu sebabnya papa begitu, karena aturan keluarga kuno.

------------0------------

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun