Kompasiana - UEFA Nations League 2025 akan segera mencapai klimaksnya akhir pekan ini. Sorotan utama tertuju pada laga final yang mempertemukan dua raksasa semenanjung Iberia: Portugal melawan Spanyol, di Allianz Arena Munich, Senin (9/6/2025) dini hari WIB.Â
Pertandingan ini bukan sekadar perebutan trofi, melainkan panggung epik bagi konfrontasi takdir, generasi, dan gaya bermain yang berbeda.Â
Kedua negara melangkah ke final setelah melewati semifinal yang sarat drama. Portugal berhasil menundukkan tim Panser Jerman dengan skor 2-1, sementara juara bertahan Spanyol secara dramatis mengalahkan Prancis dengan skor 5-4 dalam thriller tujuh gol di babak kedua.
Di tengah hiruk-pikuk pertarungan tim-tim terbaik Eropa ini, satu nama masih berdiri kokoh, menolak lekang oleh zaman, seolah abadi dalam gemuruh lapangan hijau: Cristiano Ronaldo.Â
Di usia 40 tahun, ia tetap menjadi aktor utama. Gol penentu kemenangan atas Jerman, yang sekaligus menandai gol ke-937 sepanjang karier profesionalnya, menjadi bukti nyata bahwa sentuhan magisnya belum memudar.Â
Lebih dari sekadar statistik, gol itu adalah pernyataan. Di semifinal, Ronaldo sukses menaklukkan seorang baller muda penuh bakat, Florian Wirtz.Â
Kini, di partai puncak, takdir mempertemukan Ronaldo dengan sensasi muda Spanyol, Lamine Yamal, yang juga dikenal sebagai seorang baller ulung.Â
Sebuah pertemuan lintas generasi yang akan menguji siapa yang lebih unggul: ketajaman klinis yang terasah puluhan tahun, atau kreativitas tanpa batas seorang baller muda.Â
Bagaimana takdir akan dituliskan? Mari kita bedah lebih dalam.
Ketika Cristiano Ronaldo "Insaf" dari Gaya Ballers
Bagi mereka yang mengikuti perjalanan karier Cristiano Ronaldo sejak awal kedatangannya di Manchester United pada tahun 2003, pernyataan yang diucapkannya dalam podcast dengan Rio Ferdinand pada September 2024 lalu akan terasa seperti anomali.Â