Â
"Kalau seorang guru bisa sukses dalam properti, mengapa aku tidak mencoba?" Kalimat itu terus terngiang di benakku setelah mendengar iklan properti di radio favoritku, yang selalu memutar lagu-lagu lawas dengan suara penyiar legendaris Ida Arimurti. Saat itu, aku bahkan belum membayangkan bahwa sebuah iklan seminar properti akan mewarnai jalan hidupku.
Singkat cerita, akhir pekan itu aku memutuskan untuk hadir di seminar properti di Jakarta Pusat. Materi yang disampaikan oleh para ahli sungguh memukau, tetapi yang paling menginspirasiku justru seorang pengajar di sana---seorang guru biasa seperti diriku, yang berhasil membangun bisnis properti dengan sukses.
Setelah mengikuti empat kali pertemuan intensif, aku memberanikan diri terjun ke dunia properti. Dengan bimbingan mentor, aku berhasil membeli apartemen pertamaku dan memulai bisnis penyewaan. Inilah awal mula "cuan lumayan" tanpa harus meninggalkan pekerjaan pokokku sebagai guru.
Kini, lebih dari sepuluh tahun berselang, aku telah memasuki masa pensiun sebagai karyawan sekolah di Jakarta Selatan---meski masih diberi kesempatan bekerja secara kontrak. Namun, pertanyaan besarnya adalah kapan sebaiknya kita mulai mempersiapkan pensiun?
Masa Persiapan Pensiun: Jangan Tunggu Terlambat
Di sekolah tempatku bekerja, ada program Masa Persiapan Pensiun (MPP), khusus untuk karyawan yang akan pensiun di usia 55 tahun. Program berseri ini diberikan kepada guru dan karyawan saat mereka memasuki usia 50 tahun.
Diawali dengan pelatihan tentang pentingnya punya mimpi  yang akan digapai dan apa yang kita sudah kita lakukan untuk ke sana.
Selanjutnya, memahami keuangan yang sehat itu seperti apa sekaligus mulai disiplin dalam mengatur keuangan.
Pada pelatihan ketiga, fokusnya memiliki gambaran benar tentang menjaga kesehatan fisik dan mental. Karenanya, mengenal asupan yang sehat dan mulai perhatikan kebugaran tidak boleh diabaikan.
Menutup seri program masa persiapan pensiun ini, diberikan pelatihan mengenai langkah-langkah konkret merancang rencana bisnis dan investasi.