Pernyataan bahwa stimulus ekonomi yang diberikan kepada masyarakat hanya sebatas "memberikan permen bagi anak kecil" merupakan analogi  yang mengandung makna bantuan tersebut bersifat sementara, dangkal, dan tidak menyentuh akar permasalahan.Â
Stimulus, dalam konteks ini, sering kali berupa bantuan tunai langsung, subsidi, atau pengurangan pajak jangka pendek.Â
Meskipun kebijakan tersebut bisa memberikan rasa lega sesaat, dampaknya terhadap ketahanan ekonomi jangka panjang masyarakat sering kali terbatas.Â
Seperti permen bagi anak kecil, ada rasa manis yang cepat, tetapi tidak memberi gizi untuk tumbuh kembang yang berkelanjutan.
Kondisi ini menjadi semakin relevan bila stimulus yang diluncurkan tidak diikuti dengan strategi pemulihan ekonomi yang menyeluruh.Â
Bantuan yang hanya menambal kesulitan sesaat cenderung gagal membekali masyarakat dengan kapasitas untuk bangkit dari krisis.
Misalnya, bantuan langsung tunai memang bisa membantu membeli kebutuhan pokok untuk beberapa minggu.
Akan tetapi jika tidak ada dukungan dalam bentuk pelatihan kerja, penciptaan lapangan kerja, atau akses modal usaha, maka masyarakat akan kembali ke titik awal saat bantuan itu habis.
Selain itu, stimulus kadang tidak diarahkan pada sektor produktif yang mampu menciptakan efek berganda (multiplier effect). Ketika stimulus hanya diarahkan pada konsumsi tanpa memperkuat sektor produksi atau industri kecil-menengah, maka keberlanjutan ekonomi tidak terbangun.Â
Padahal, investasi pada pelatihan keterampilan, infrastruktur desa, atau pemberdayaan UMKM akan menciptakan nilai jangka panjang yang lebih kuat dibanding bantuan konsumtif.