Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Pentingnya Simulasi Berkala dan Kesigapan Warga Menghadapi Bencana

7 Desember 2022   05:10 Diperbarui: 7 Desember 2022   18:43 1377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Erupsi gunung Semeru 4 Desember 2022 (dok foto: BNPB via kompas.com)

Pentingnya pemasangan tanda jalur evakuasi secara jelas (dok foto: imunitas.or.id)
Pentingnya pemasangan tanda jalur evakuasi secara jelas (dok foto: imunitas.or.id)

Simulasi siaga bencana, sangat penting dilakukan di daerah-daerah yang berpotensi terkena dampak bencana. Di sekitar gunung berapi, kawasan yang rawan longsor dan rawan banjir. Juga daerah yang rawan gempa bumi dan kawasan pantai yang berpotensi dengan tsunami.

Pada daerah yang telah diidentifikasi sebagai kawasan yang rawan bencana, harusnya dilakukan simulasi secara berkala. Termasuk menyiapkan dan memastikan alarm berfungsi dengan baik, dan petunjuk arah evakuasi yang tidak rusak atau hilang.

Jangan Panas-panas Tahi Ayam Saja

Simulasi bencana ini penting agar warga menjadi terbiasa dalam menghadapi bencana. Namun seringkali, kita hanya panas-panas tahi ayam. Sesaat setelah bencana, badan yang menangani bencana, biasanya melakukan simulasi dengan rutin.

Namun frekuensinya menjadi berkurang seiring berlalunya waktu. Kemudian seratus persen tak dilakukan lagi. Padahal kita tahu, bahwa bencana alam itu datangnya tak terduga. Bisa datang kapan saja, tak kenal waktu.

Simulasi BNPB dan BPBD di Jawa Barat (dok foto: BNPB.go.id)
Simulasi BNPB dan BPBD di Jawa Barat (dok foto: BNPB.go.id)

Pengalaman saya setelah gempa tsunami di Aceh yang terjadi pada 26 Desember 2004. Waktu itu, tahun 2007, kami melakukan livelihood assesment di Kecamatan Lhok Nga, Kabupaten Aceh Besar.

Setiap minggu, alarm selalu dibunyikan dan semua warga harus menghentikan aktivitasnya, berjalan mengikuti petunjuk arah evakuasi menuju ke muster point terdekat.

Saat itu, warga sudah mulai terbiasa dengan bunyi alarm. Ketika mendengar sirene, semua bergerak mengikuti arah yang telah ditentukan. Arah ke mana harus menyelamatkan diri ketika datang tsunami dari arah laut. Termasuk pemberian pemahaman, setelah gempa tidak boleh bergerak menuju laut, tetapi menjauh.

Namun, simulasi rutin tersebut kini menghilang. Bulan Mei 2022 lalu, 4 hari di Aceh. Mampir ke salah satu kantin yang terletak di pantai Lhok Nga tempat di mana kami bekerja dulu. Namun tak ada tanda-tanda itu. Sudah tak ada lagi simulasi secara rutin agar membiasakan warga sigap saat terjadi bencana tsunami.

Padahal, BNPB sendiri telah menegaskan pentingnya simulasi berkala sebagai salah satu bentuk dari kesiapsiagaan terhadap bencana. Masyarakat yang terbiasa, akan mengikuti alur evakuasi ketika terjadi bencana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun