Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nona Ki'ik dan Kukis China

8 Februari 2016   13:37 Diperbarui: 27 Oktober 2022   15:08 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengalaman masa kecil sungguh indah jika dikenang lagi di usia seperti saat ini. Tulisan ini, menceritakan kembali pengalaman beberapa puluh tahun lalu, saat saya masih berusia 6-12 tahun. 

Di kampung saya, salah satu pelosok di Nusa Tenggara Timur, hanya ada satu keluarga keturunan Tionghoa. Keluarga ini sudah lama menetap di sini. 

Oleh orang-orang kampung, mereka dipanggil dengan nama Na'i bagi yang laki-laki dan Nona bagi yang perempuan. Beberapa nama yang sangat familiar antara lain Na'i Keu, Na'i Kun, Na'i Nyuk, Na'i Lun dan Nona Ki'ik.

Waktu itu, Nona Ki'ik sudah nenek-nenek dan memiliki cucu, tetapi masyarakat biasa memanggilnya dengan sebutan Nona. Sedangkan kami anak-anak, biasa memanggil dengan sebutan Abo, yaitu nenek. 

Di mata kami waktu itu, Nona Ki'ik adalah perempuan yang hanya baik bagi kami pada saat tahun baru China. Selain itu, Nona Ki'ik alias Abo selalu marah sama kami jika kami berkunjung ke rumahnya. 

Tidak boleh memegang barang-barangnya, apalagi memetik belimbing manisnya yang biasa kami sebut 'karambola'. Di kampung kami saat itu, satu-satunya keluarga yang memiliki pohon belimbing manis adalah keluarga keturunan Tionghoa ini.

Oh, ya kita kembali ke cerita Nona Ki'ik dan Kue Chinanya. Pada tahun baru china, biasanya Abo mengirimkan kue-kue khas china yang semuanya serba merah ke rumah. Kami menyebutnya KUKIS CHINA. 

Keluarga kami masih memiliki hubungan kekeluargaan karena adik dari ibu saya nikah dengan salah satu anak lelaki dari Abo, yaitu Na'i Keu. Jadi wajar saja, jika Abo menyuruh salah satu cucunya mengantarkan kue-kue china ke rumah. 

Dan sudah pasti, kami biasa rebutan untuk mendapatkan yang terbaik menurut kami. Malam harinya, jika orang tua kami pergi mengucapkan selamat maka kami suka rebutan untuk ikut dalam rombongan sebab di sana tersedia berbagai jenis makanan yang dapat dinikmati sampai puas, ketimbang menikmati kiriman yang jumlahnya terbatas.

Kue china yang sangat disukai waktu itu, adalah kue keranjang yang biasanya kami boleh ambil lalu bermain-main di dekat pohon karambola atau menonton angsa yang dikurung dekat pohon karambola. 

Satu lagi, saat bersalaman dengan Abo, satu amplop merah bertuliskan orang tionghoa biasanya disisipkan di tangan kami yang mencium tangan Abo (belakangan saya baru tahu kalau itu namanya angpao). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun