Mohon tunggu...
Viride
Viride Mohon Tunggu... Buruh - penulis

Penulis tidak dapat menulis secepat pemerintah membuat perang; karena menulis membutuhkan pemikiran. - Bertolt Brecht (Penulis dari Jerman-Australia)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Berwarna Hitam (Part - 1)

30 Maret 2019   13:35 Diperbarui: 30 Maret 2019   13:44 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi foto: pixabay.com

Sesaat kupandangi gundukan tanah itu. Di dalamnya tertanam sebuah kenangan hidup yang sangat kusayangi, dan aku mengerti mengapa kenangan itu sangat kubenci hingga akhirnya kukubur di halaman belakang rumah ini.

****

Untuk kesekian kali aku bertemu dengan seseorang. Setelah mengalami beberapa kali patah hati, aku pernah berjanji untuk tidak jatuh cinta lagi, tapi kedatanganku ke sebuah perpustakaan yang biasa kudatangi membuatku harus mengingkari janji itu pada diri sendiri.

"Hai, aku Ernest," ucapku tanpa basa basi mengulur tangan untuk berkenalan. Perempuan itu tersenyum simpul menggenggam tanganku sambil menyebutkan nama ....

"Vanita."

Setelah perkenalan terjadi, dengan teratur dalam seminggu kami melakukan sekali pertemuan di perpustakaan itu. Perlahan dalam hubungan adalah faktor penting bagi dua orang yang menjalin kedekatan.

Sebagai laki-laki yang terlahir memikili ketampanan lebih, tentu saja mendapatkan kekasih tidaklah susah, tapi aku bukan buaya yang dengan mudah menabur cinta hampa.

Nama lengkapnya, Vanita Indriani. Ia perempuan berusia 28 tahun yang baik, berkulit kuning langsat dengan potongan rambut sebahu. Berpenampilan biasa perempuan pada umumnya, meski begitu bagiku ia sempurna.

Satu kali pertemuan yang rutin terjadi dalam seminggu itu mau tidak mau berlanjut menjadi tiga kali dalam seminggu. Hingga akhirnya aku tidak bisa menolak rasa untuk bertemu Vanita setiap hari.

Saat kau berusaha menolak perasaan berwarna merah jambu, maka rasa itu akan mengerjarmu. Menodongmu ketika kau terdiam dan mungkin akan merampokmu untuk menyerah kalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun