Mohon tunggu...
Yani Aprilia
Yani Aprilia Mohon Tunggu... Freelancer - PWK, Universitas Jember

Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Money

Fungsi Sosial Gereja Menghadapi Masalah Kemiskinan, Sudahkah Terlaksana?

22 Oktober 2019   23:41 Diperbarui: 23 Oktober 2019   00:22 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kenyataannya, gereja masih saja berkutat pada persoalan ritual namun kurang memperhatikan kondisi sosial masyarakat, yang didalamnya terdapat sekelompok kecil jemaat Kristen. Gereja seperti kwhilangan visi profetis Dan praksis sosial dapam kehidupan bermasyarakat. Gereja seperti "menara gading" yang hanya menjadi media masyarakat untuk "bersua" dengan Tuhan, namun tidak bisa berelasi dengan alam realitas yang penuh ketidakadilan. Padahal, Sidang Raya (SR) Persekutuan Gereja- gereja di Indonesia (PGI) yang ke-14 dengan Tema "Berubahlah Oleh Pembaruan Budimu" menegaskan bahwa gereja adalah "Gereja bagi Orang Lain". Ini menegaskan bahwa gereja
seyogianya lebih terbuka, tidak terdorong ke dalam eksklusivisme.

Sebagai gereja lokal Gereja Masehi Injili di Halmahera (GMIH) beberapa tahun belakangan ini bergelut dengan masalah pemecahan dan konflik intern yang sangat menguras pikiran elemen - elemen di gerejanya. GMIH seakan lupa bahwa kehadirannya adalah untuk memberitakan kabar kesukaan Allah, yang berdampak kedamaian bukan sebaliknya saling menyalahkan Dan membiarkan jemaatnya kebingungan. 

Pertanyaannya sekarang adalah, apa peran sosial-ekonomi yang dapat dilakukan GMIH demi menjawab permasalahan kemiskinan jemaat dan tantangan global yang sudah berada di tengah-tengah kehidupan jemaat dan masyarakat? Bagaimana caranya agar GMIH dapat menjawab ketidakadilan yang dilakukannya selama ini terhadap jemaat dan masyarakat?.

Membicarakan gereja dan dunia bisnis, seakan membicarakan tentang sesuatu yang religius dan sesuatu yang sekular; soal surgawi dan soal duniawi. Inilah pemahaman yang berakar di kalangan gereja terutama di jemaat-jemaat di pelosok pedesaan.  Mereka memahami dirisebagai "ciptaan baru" dari "dunia baru" yang sedang dan akan didatangkan oleh Allahs sendiri dan mengganggap dunia yang ada sekarang ini adalah dunia yang kotor, korup, dana akanberakhir pada penghukuman Allah. Sehingga satu-satunya kepedulian mereka adalahb bagaimanabertahan, agar di dunia yang kotor dan korup ini mereka tetap bersih. Cukuplah jikamereka bekerja dengan tekun, rajin dan jujur untuk memenuhi kebutuhan hidup merekas sehari-hari(bnd. 2 Tes 3:6-12; Kol.3:22-25; Ef.6:5-9).

Dunia baru yang "bersih" itu kemudian menafikkan dunia bisnis sebagai sesuatu yang kotor, padahal dunia bisnis (termasuk bisnis online dengan segala kemudahannya) dewasa ini sangat menjanjikan prospeknya. Tidak sedikit orang berkecimpung dan terlibat dalam dunia bisnis. Namun, tak jarang dunia bisnis diidentikan dengan suatu keadaan yang penuh dengan kecurangan, yang
di dalamnya terdapat berbagai praktek ketidakadilan, penyelewengan, penipuan dan lain sebagainya.

Mengingat pemberdayaan ekonomi jemaat merupakan suatu hal yang sementara hangat dibicarakan, baik di tingkat sinode maupun di tingkat jemaat maka sudah sepantasnya jika salah satu agenda penting yaitu bisnis harus dilakoni gereja. Namun kenyataan yang terjadi justru hal ini hanya menjadi semacam wacana tanpa tindakan nyata dari pihak gereja sebagai lembaga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun