Mohon tunggu...
Binsar Antoni  Hutabarat
Binsar Antoni Hutabarat Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, penulis, editor

Doktor Penelitian dan Evaluasi pendidikan (PEP) dari UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA. Pemerhati Hak-hak Azasi manusia dan Pendidikan .Email gratias21@yahoo.com URL Profil https://www.kompasiana.com/gratias

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Eksistensi Masyarakat Adat

13 Maret 2020   14:20 Diperbarui: 13 Maret 2020   14:22 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT SINAR BERSIH DAN TELADAN KERUKUNAN

Kasepuhan Sirna Resmi desa Sinar Resmi, Cisolok, Jawa Barat, dengan rumah adat nya yang megah, pimpinan Abah Asep  menjadi lokasi perjumpaan saya dengan kearifan lokal  masyarakat adat. Kampung masyarakat adat yang berdiri sejak tahun 1959,saat saya berkunjung  desa itu dipimpin oleh generasi kesepuluh sejak lahirnya Kasepuhan Sirna Resmi. Eksestensi Masyarakat Adat masih terawat rapih di Cisolok, Sukabumi. 

Kata Sirna berarti betah, namun karena kata tersebut sering diartikan berbeda dengan yang dimaksud penduduk setempat. Abah Asep menjelaskan, kata Sirna tersebut kemudian diganti menjadi Sinar, dan itu digunakan sebagai nama desa dari Kasepuhan Sinar Resmi.

Abah  Asep termasuk pupuhun (orang yang dapat memayungi para pengikutnya) yang berjumlah 3500  KK yang tersebar di tiga tempat yaitu di Banten, Sukabumi, dan Bogor secara turun  temurun berdasarkan observasi langsung dan wawancara terlihat bahwa Kearifan lokal Kasepuhan Sirna resmi dalam mempertahankan harmoni sosial sangat berguna bagi masyarakat Indonesia pada umumnya untuk terus menjaga kerukunan hidup bersama dalam masyarakat yang beragam.

Beberapa pelajaran penting yang dapat ditarik  antara lain:

Masyarakat Kasepuhan Sirna Resmi memiliki filsafat yang sangat penting dalam menjaga harmoni sosial masyarakat Kasepuhan, yakni" putih, kuning, abang, ireng." Abah Asep (adalah turunan ke 10, pindah ke desa ini tahun 1959) menjelaskan bahwa warna-warna itu dapat diganti dengan hal-hal apa saja yang ada, dan keberagaman yang ditampilkan tersebut harus diterima secara bersama. Artinya bagaimanapun keragaman yang ada dalam kehidupan bersama, semuanya itu harus dihormati. Dan hal itu diterapkan dalam Kasepuhan Sirna Resmi, dan itulah yang membuat desa Sinar Resmi hidup aman dan tenteram hingga saat ini. Abah Asep menjelaskan, hingga saat ini tidak pernah terjadi konflik dalam kehidupan bersama.

Harmoni sosial yang kuat dalam Kasepuhan Sirna Resmi juga didukung oleh hukum adat yang kuat, hukum adat ini diterapkan dalam setiap aspek kehidupan masyarakat. Akibatnya , supremasi hukum, meskipun tanpa penegak hukum terwujud dengan baik, dan hukum menjadi panglima dengan Abah sebagai pemimpin utamanya. Hukum yang adil tersebut, disertai dengan pemimpin yang taat pada hukum yang ada telah membuat harmoni sosial Kasepuhan Sirna resmi, desa Sinar Resmi terjaga dengan baik.

Kearifan lokal Kasepuhan Sirna resmi yang amat menonjol dalam memelihara harmoni sosial terlihat dalam penegelolaan pertanian, khususnya perihal penanaman padi. Penanaman padi di desa ini  menurut Abah Asep memiliki 28 ritual acara ibadah dari sejak penanaman padi sampai pada panen hasil pertanian, dan kesemua acara ritual tersebut dilakukan oleh masyarakat desa dengan sangat teliti dengan Abah sebagai pimpinannya. Budidaya padi yang unik ini ternyata juga berdampak besar pada pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat desa. 

Sikap saling tolong menolong terlihat jelas dalam pengelolaan hasil panen. Kearifan local masyarakat kasepuhan Sirna Resmi yang sangat memperhatikan kebutuhan dasar masyarakat, dalam hal ini beras, menunjukkan bahwa hukum yang adil menjadi panglima dalam kehidupan masyarakat Kasepuhan Sirna Resmi.

Tata tertib makan, makan nasi atau apapun tidak boleh sambil berdiri, dan nasi harus habis, yang artinya adalah mengambil secukupnya dan harus menghargai berkat Tuhan.

Semua yang dilakukan oleh warga harus mendapat restu dari abah Asep, supaya apa yang dilakukannya tidak keluar dari ajaran kalau dalam bahasa Sunda teu pasolengkrah, misalnya jika mau menanam padi di ladang (ngasek) harus minta restu dari abah dan abah yang akan memulai dulu lalu di lanjutkan oleh warganyaa yang akan menanam padi, begitupun kegiatan lain jika warganya mau membuka usaha pun harus minta restu dari abah supaya lebih lancar dan hasilnya berkah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun