Mohon tunggu...
Lydia Grace Florentia
Lydia Grace Florentia Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Hubungan Internasional - Universitas Brawijaya

Masih belajar blogging

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Gertakan Budaya Post-Truth terhadap Integrasi Bangsa Indonesia

9 April 2021   15:00 Diperbarui: 9 April 2021   15:01 1502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Selain kasus tersebut, pada tahun 2017, adanya isu yang muncul di media bahwa Saracen adalah media yang bersifat negatif karena membahas isu SARA yang dapat membuat disintegrasi bangsa, tetapi opini masyarakat itu tidak terbukti benar dalam pengadilan, karena ternyata Saracen tidak terbukti menyebar ujaran kebencian dan menerima aliran dana untuk memberitakan hal tertentu. (Saubani, 2018)

Dari kedua contoh tersebut, dapat dilihat bahwa budaya post-truth yang berkembang dalam kehidupan masyarakat pascamodern ini memiliki dampak yang buruk bagi kondisi sosial masyarakat Indonesia. 

Dampak buruknya adalah konflik dalam masyarakat akan semakin besar karena adanya 'kebenaran' yang didasarkan pada sikap emosional semata. Masyarakat mudah percaya dengan informasi yang beredar di media sosial, percaya pada informasi yang diberikan oleh seseorang begitu saja, dan terus mengonsumsi berita yang 'benar' sebagai sumber referensi yang paling benar.

Lalu, bagaimana relasi budaya post-truth dengan keutuhan atau integrasi bangsa Indonesia? Jika budaya ini semakin melekat dan menjadi gaya hidup utama masyarakat Indonesia, seperti yang sudah dijelaskan akan timbul perbedaan pandangan dan menimbulkan konflik di antara masyarakat. 

Di sisi yang satu, ada masyarakat yang percaya pada berita hoax dan di sisi yang lain ada masyarakat yang rasional. Kedua jenis masyarakat itu akan memperdebatkan kebenaran hingga salah satu di antara keduanya menjadi yang paling benar. 

Budaya ini akan ditunggangi oleh para oposisi pemerintahan dan pihak-pihak radikal yang ingin memecah belah persatuan bangsa Indonesia yang akan menyebabkan hancurnya negara Indonesia. 

Pada zaman ini, masyarakat dipengaruhi menjadi lebih emosional dalam menghadapi suatu isu tertentu dan isu-isu yang berkembang berkaitan dengan politik dan identitas dari seseorang yang merupakan isu-isu sensitif yang menimbulkan berbagai konflik yang besar.

PENUTUP

Menanggapi budaya yang berkembang di era post truth ini, berikut ini saran penulis untuk mencegah budaya ini semakin mengakar kuat dan menyebar luas ke seluruh lapisan masyarakat Indonesia sehingga keutuhan bangsa Indonesia akan terus terjaga yaitu masyarakat Indonesia harus dapat meningkatkan kemampuan literasi yang baik. 

Masyarakat Indonesia harus terus didorong untuk menyadari bahwa membaca berbagai hal itu penting baik dari buku, media cetak, dan internet agar kita tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang salah dan dapat berpikir kritis dan bersikap skeptis terhadap informasi baru yang beredar dalam masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

 

Hartono, Dudi. (2018). Era Post-Truth:Melawan Hoax dengan Fact Checking. Prosiding Seminar Nasional Prodi Ilmu Pemerintahan (pp.70-82). Jakarta: Universitas Mercu Buana.

Hutabarat, Diani. (2018). Angka Penggunaan Media Sosial Orang Indonesia Tinggi, Potensi Konflik juga Amat Besar, (Online), diakses tanggal 8 Desember 2018.

Santoso, Audrey. 3 Oktober 2018. Begini Gambaran Konstruksi Kasus Kebohongan Ratna Sarumpaet, Detik.com, (Online), diakses 8 Desember 2018.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun