Mohon tunggu...
Taruli Basa
Taruli Basa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Auroraindonet.com

Penulis buku 12 Aktivitas Menyenangkan Penerbit Grasindo, buku IMAGO DEI (Segambar dan serupa dengan Allah) tentang perjalanan missi ke daerah, buku mata pelajaran TK, penulis narasi, cerita pendek dan juga puisi.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Bertahan atau Mundur?

3 Februari 2022   15:05 Diperbarui: 3 Februari 2022   17:14 1156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan karena dari situlah terpancar kehidupan. Memutuskan hidup untuk menikah adalah sebuah pilihan karena menikah juga sebuah panggilan, karena ada juga yang terpanggil untuk tidak menikah atau hidup selebat dengan kehendak dan panggilan Tuhan seperti pastor, suster dalam agama Katolik atau mereka yang memang benar-benar sungguh-sungguh melayani Tuhan. 

Saat telah memutuskan untuk menikah, kita wajib menjaga hati dan pikiran agar tetap pada keutuhan pernikahan. Menikah itu tidak mudah. Suami dan isteri bersatu secara holistik dalam satu hati, tubuh, jiwa dan tujuan. Jangan sampai satu tubuh tetapi beda tujuan. Pernikahan memang berat, karena itu selalu belajar dan belajar untuk terus memahami dengan rendah hati, karena tidak ada satupun yang lulus dengan nilai A+ dalam sebuah kehidupan pernikahan. 

Pernikahan itu kudus, karena itulah, dibutuhkan keteguhan iman untuk mempertahankannya, apalagi zaman sekarang ini dengan media sosial yang memudahkan kita untuk melirik-lirik pria atau wanita. Berhati-hatilah untuk menjaga hati, agar tetap hati kita satu dan utuh untuk pasangan. 

Sebelum memutuskan untuk melakukan pernikahan perlu calon pasangan suami isteri melakukan konseling pernikahan. Konseling pernikahan ini membutuhkan waktu tiga bulan bahkan sampai setengah tahun, dibutuhkan kejujuran dari pria dan wanita tentang kehidupan pribadi mereka. 

Mungkin ada yang berkata, dulu kami tidak melakukan konseling pernikahan, tetapi pernikahan kami awet sampai sekarang, tidak perlulah konseling-konseling butuh waktu lama, kalau sudah sama-sama cinta ya sudah menikah saja. Puji Tuhan jika pernikahan bertahan hingga kematian memisahkan keduanya. Mungkin pada zaman dahulu, orang-orang masih hidup dengan etika dan moral yang menjunjung tinggi bahwa pernikahan cukup sekali, tetapi pada kenyataannya sekarang ini banyak terjadi kasus perceraian.  

Kembali kepada konseling pernikahan. Jika melihat banyaknya perceraian yang terjadi saat ini, boleh dikatakan gagal mengenal pasangan di awal. Apakah benar belum mengenal pasangan atau karena ada orang ketiga dalam kehidupan pernikahan.  

Dalam konseling pernikahan ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan yaitu, aspek iman, ekonomi, pendidikan, pekerjaan dan sex atau aspek biologis. Dalam aspek iman perlu beberapa pertanyaan seperti, apakah mereka seiman, atau satu agama? ada agama yang berpandangan, bahwa gelap tidak dapat bersatu dengan terang, artinya, harus seiman, bagaimanapun hal ini sangat mempengaruhi kehidupan pernikahan, jangan sampai sudah memutuskan untuk menikah dengan pasangan yang dicintai, tetapi setelah menjalani pernikahan lima tahun pertama mundur dan akhirnya berpisah.

Jika mereka seiman, apakah mereka sama-sama mengetahui apa yang mereka imani? Perlukah beribadah bersama? perlukah memberikan perpuluhan atau memberi sedekah kepada orang yang membutuhkan? masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan seputar aspek iman kepada kedua mempelai. Mungkin saat ditanyakan kedua mempelai mempunyai pandangan dan jawaban yang berbeda, nah dalam perbedaan itulah seorang konselor menajamkan kembali komitmen keduanya untuk melanjutkan pernikahan. 

Bagaimana dengan aspek ekonomi? Siapakah yang akan menjadi bendahara dalam keluarga yang akan mengelola keuangan. Apakah kedua pasangan menyatukan penghasilan dalam satu rekening? atau memiliki dua rekening, jika keduanya sama-sama bekerja. Atau apakah pengeluaran dibebankan semua kepada suami karena suami adalah tulang punggug keluarga dan isteri yang mengelola. 

Bagaimana jika isteri tidak bekerja, apakah isteri dapat leluasa menggunakan penghasilan suami dengan mempertimbangkan penghasilan yang diterima setiap bulan? Jangan sampai penghasilan hanya beberapa juta, pengeluaran melebihi batas kemampuan suami ditambah isteri yang hedonis atau suami yang hedonis, semua barang harus branded, karena sebuah prestige. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun