Pandemi covid-19 ini telah merenggut banyak nyawa, kematian meningkat termasuk kamu di dalamnya. Hati ini masih merintih mengingat semua kenangan yang tidak akan dapat terlupkan. Hari demi hari aku mencoba melangkah, tetapi hati masih terluka. Ada luka yang belum dapat tertutupi oleh rupa-rupa kegiatan hidup. Mencoba melangkah, berkreasi, mencipta dan berbagai aktivitas dilakukan tetapi hidup seperti tidak ada gairah. Di satu sisi, sebagai orang beriman, sangat salah jika berlebihan dirundung duka, tetapi hati ini tidak dapat dibohongi. Sakit tidak terperi, tetapi kodrat manusia untuk kembali kepada sang pencipta tidak dapat dihalangi, semua rahasia Ilahi, hanya kami yang engkau tinggalkan di bumi yang penuh dengan liku-liku kehidupan ini merasakan kehilangan yang tidak dapat terkatakan. Di kala merindupun tidak dapat lagi berbicara, bercanda, berdoa bersama, semua menjadi tidak sama. Begitu sakit berpisah dengan orang yang sangat kita cintai, tetapi hidup harus terus berjalan, sekalipun merangkak untuk maju itupun berusaha kulakukan. Cinta telah pergi, yang ada adalah ratapan dan tangisan. Kasih, selamat jalan untukmu, mereka sahabat dan teman-temanmu yang menemaniku dengan setia.
Kala itu di sore hari, badanku meriang, panas dan sesak. Saya khawatir akan terkena covid-19, langsung saya melakukan preventif dengan meminum air panas, teh jahe, susu bearbrand, sop, buah, multivitamin, bersyukur ada Larasati teman setiaku, yang selalu menemaniku. Dia merawatku seperti keluarga sendiri, mungkin karena saya terlalu banyak beban pikiran dan masih berduka di saat kehilangan dia yang sangat saya cintai. Dia dengan sabar dan terjaga di tempat tidurku, sahabat yang baik, yang tidak dapat kulupakan. Dia suka menghiburku, bercanda dan berusaha agar saya tidak larut dalam kesedihan. Berusaha membuatku bahagia dan tertawa, sahabat yang baik, sahabat yang sangat sulit dicari oleh banyak orang. Sahabat yang mau berkorban di saat susah, tidak banyak orang yang mau berkorban untuk orang lain, mungkin karena kami berdua memiliki visi hidup yang sama.Â
Bulan pun berlalu dan tahun berganti, wajah saya sudah mulai berubah warna, karena banyak tugas-tugas kantor yang harus diselesaikan dan mulai sedikit semangat, walaupun kenangan tidak dapat saya lupakan. Pagi itu, saya bertemu dengan seorang teman lama saat tugas ke luar kota. Di bandara Soekarno Hatta kami saling menyapa, dia teman saat kuliah, kita beda jurusan tetapi pernah bersama dalam sebuah organisasi mahasiswa di zaman itu. Dia menyapa saya duluan, Harris: Hei...elo Triana kan? iya jawabku
Triana: Elo siapa ya?, soalnya badannya sixpack gitu dan penampilannya professional banget
Harris : Elo, tidak kenal gue? Gue Haris, dulu gue gemuk
Triana : Oalahhhh Ris, ini elu, kok bisa loe berubah cakep? heheheh,Â
Harris : Loe ngeledek, namanya juga sudah bekerja, yah jaga penampilanlah sis, biar cewe-cewe pada nempel, tapi loe sih yang di hati gue dari dulu
Triana : Apa Ris? Loe bilang apa?
Harris : Entar deh, kita duduk dulu, elo mau kemana?
Triana : Ke Surabaya, gue ada tugas dari kantor, elo mau kemana
Harris : Loh, ko kita sama, gue juga mau ke Surabaya, tapi buat jalan-jalan sih