Mohon tunggu...
GeTe Ajah Fauzan
GeTe Ajah Fauzan Mohon Tunggu... wiraswasta -

Kalem... :D

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

[LombaPK] Maukah Engkau Jadi Ayahku?

31 Mei 2016   16:38 Diperbarui: 1 Juni 2016   10:42 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Panggilanku efka, nama lengkap yang diberikan orang tuaku adalah Dede Herry Abra Fackri. Entah kenapa orang tuaku memberi nama yang panjang, sepanjang jalan buatan Bina Marga. Satu yang pasti, Bunda selalu memanggilku dengan nama panggilan efka, kata Bunda, efka adalah singkatan nama Presiden Paman Sam. Entah Paman Sam itu siapanya Bunda, saya lupa menanyakannya. Nanti deh, saya tanya sama Bunda, siapa itu Paman Sam.

Dari lahir saya tidak mengenal Ayah, jangankan Ayah, Bunda juga waktu itu belum saya kenal. Yang saya ingat cuma satu, yaitu, ketika haus dan tangisan saya terobati dengan hangatnya pelukan dan kehangatan tetesan airnya yang menutup mulut kecil saya, lalu menghentikan tangis dan menina bobokan saya dalam pelukan.

Iya... hanya itulah kehangatan yang benar-benar saya dapatkan.

Sampai saya duduk dibangku sekolah dasar, Bunda lah satu-satunya orang yang selalu menghangatkan badan saya sehabis main hujan-hujanan. Bunda juga lah yang senantiasa menghangatkan sarapan pagi dan makan siang juga makan malam.

Ayah... Bapak... Papa... saya ga tau, knapa sosok itu ga pernah hadir menemani hari-hari saya, apalagi memberi kehangatan, sebagaimana yang Bunda lakukan. Pernah suatu kali saya tanya kepada Bunda "Bunda, knapa temen-temen saya punya, ayah, punya bapak, punya papa, punya abi... knapa efka ga punya?" Bunda ga menjawab sepatah katapun pertanyaan saya, yang saya lihat selalu senyum manis Bunda, tapi dibalik senyumnya saya juga melihat ada genangan air yang tertahan disudut mata Bunda. Segera saya peluk erat-erat Bunda, saya ga mau melihat Bunda menitikkan air mata, apalagi sampai menangis. Lamaaa sekali saya peluk Bunda, tak ada kata yang terucap, hanya jemari lentik Bunda lah yang terus mengusap-usap lembut rambut dikepala, sampai membuat saya tertidur dalam dekapan hangatnya pelukan Bunda.

Pernah saya merasakan kecewa dan marah ketika teman-teman di sekolah mengejek dan membully saya.. "efka anak pungut.. efka anak dapet nemu.. efka anak gelap.. efka anak ini.. efka anak itu.. dan berbagai macam ejekkan dan bully an yang ga pantas diucapkan apalagi kalo saya tuliskan disini. Marah, sedih, kecewa, smua bercampur menjadi satu. Sempat saya ga mau lagi untuk menginjakkan kaki di sekolah, apalagi dengan perlakuan teman- teman yang seperti itu.

Bunda lah yang kembali menenangkan, memberi penjelasan dengan tutur lembutnya, tak ketinggalan pelukan hangat yang menenteramkan selalu Ia berikan ketika kegersangan dan kehilangan akan sosok selain Bunda muncul yang membuat saya merasa sendirian dan kesepian.

Apalagi kalau melihat teman yang belajar naik sepeda, ada sosok lelaki yang dengan sabar menuntun dan mengajarinya, membangunkan ketika terjatuh dari sepeda sambil berkata.."ga pa-pa, jagoan ayah kan mau jadi pembalap, ayo belajar lagi biar nanti bisa balapan sama Valentino Rossi".

Ahhh... dimana Ayahku!?

Tuhan... Aku rindu sama Ayah.

Kapan Ayah hadir menemaniku?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun