Mohon tunggu...
Sofyan Salim
Sofyan Salim Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Proud to be a Muslim | Manusia "miskin," yang "rakus" Ilmu! |====================================| Blog :http://sofyanmsalim.blogspot.com/ |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Membunuh" Para Koruptor!

28 September 2017   11:08 Diperbarui: 28 September 2017   11:22 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://allaboutsatanic.files.wordpress.com/2012/12/mata-horus.jpg

Seorang anak kecil yang menderita kanker otak, membutuhkan perawatan intensif dan signifikan. Orang tuanya merujuknya ke rumah sakit umum milik Negara, namun karena orang tuanya adalah mereka yang "tak punya uang" untuk membayar biaya perawatan, maka sang anakpun tak mendapatkn perawatan yang signifikan miliki rumah sakit Negara, yang lagipula fasilitasnya belum juga diperbaharui. Sang anak pun akhirnya tak lama bertahan hidup, dan iapun pergi untuk selama -- lamanya.

Seorang pengemis yang benar - benar tak berdaya dan mungkin salah memilih jalan hidupnya. Mengemis demi mengisi perutnya yang kosong pada hari itu saja, namun naas nesib sahaya karena tertangkap satpol gegara melanggar ketentuan Perda. Ia pun katanya "dibina," untuk berdaya menghadapi hidup yang memang keras zeitgeist-nya. Namun sayang seribu sayang, umurnya sudah uzur, lagipula tak berdaya. "Negara" pun tak ada daya untuk merawatnya!

Seorang Ayah tak berdaya dan putus asah, tak kuasa melihat anak dan isterinya kelaparan. Iapun nekad mencuri, hanya untuk membuat sang anak menjadi kenyang. Belum sempat memberi makan dari hasil curian, nasib tak baik ia pun tertangkap. Karena perbuatannya melawan hukum, iapun akhirnya dipenjara. Anak -- isterinya "tak tahu" lagi mengadu kemana, karena sang suami akan dikurung, sekian tahun lamanya.

Ada pula seorang Ibu yang menjajakan "anu-nya" hanya untuk mencukupi hidup keluarga. Kemudian menderita penyakit AIDS gegara "perilaku" mengkomersialkan "anu-nya!" Anak - anaknya yang masih beliapun kelaparan, menanggung hidup sendiri - sendiri, karena sang ibu tak lagi berdaya, ditimpa penyakit yang memang memayahkan raga.

Mungkin begitulah potret kecil, kelamnya hidup sebagian masyarakat Indonesia! Padahal negara, wajib "melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan.. memajukan kesejahteraan umum, (serta) Mencerdaskan kehidupan bangsa." Begitulah amanat preambule (pembukaan) Undang - Undang dasar negara Republik Indonesia. Karena itu pula, maka di-"susunlah Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada ke-Tuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia." Falsafah yang sangat mulia, bukan?

Namun kenyataanya jauh dari ide bernegara kita. Kerakyatan sudah tidak lagi dipimpin oleh hikmah apalagi kebijaksanaan. Musyawarah yang kata sang perumus (Muhammad Yamin) diambil dari Surah Ash-Shuraa Ayat 38, tidak lagi menjadi alat untuk menggarap kebijakan yang adil bagi masyarakat, apalagi adil dimata Tuhan! Perwakilan pun sudah tak dijiwai dengan sebenar - benar perwakilan. Padahal, yang namanya wakil, adalah dia yang memikul hak dari masyarakat yang memilihnya, yang harus ditunaikannya dalam kewajiban. Mufakat yang adalah budaya luhur bangsa, sudah diganti dengan voting -- votingan, antara mayoritas penguasa parlemen dan minoritas. Jika sudah begitu, maka haruskah kita sebagai rakyat bangsa ber-Tuhan, marah kepada mereka yang berteriak menuntut keadilan sosial karena merasa diperlakukan tidak adil? Atau mereka yang ingin berpisah dan keluar dari keluarga yang bernama Indonesia, karena tidak mendapatkan keadilan seperti yang di-impikan oleh Negara Indonesia?

Negara memang tak bersalah, yang bersalah adalah mereka yang seharusnya menjadi motor penggerak bangsa ini. Mereka yang menjadi wakil dari rakyat untuk membumikan falsafah bernegara kita, dan mereka yang berkuasa memberdayakan uang negara. Lihatlah berapa banyak koruptor kelas kakap yang berleha - leha di dalam penjara (atau meodernya lembaga), menikmati fasilitas penjara, yang bahkan dibuat -- buat oleh mereka yang bertanggung jawab pada penjara?

Para koruptor yang mengambil hak seorang PSK dan anak - anaknya, hak anak yang terkena kanker otak (atau penyakit berat lainnya) kemudian mati akibat tak punnya uang, atau karena fasilitas rumah sakit yang tak di perbaharui, karena sudah dikorupsi. Atau mereka yang mengambil hak seorang ayah yang tak mendapatkan pekerjaan karena tidak disediaka negara, serta persoalan hidup -- mati lainnya yang dialami rakyat Indonesia.

Patutkah mereka itu dipelihara dalam penjara atau bahasa modernnya lembaga pemasyarakatan, ataukah mereka haruslah dihukum mati? Perbuatan para koruptor yang mengambil hak orang lain dan membuat orang lain itu terbunuh adalah perbuatan yang sistematis membuat sengsara berujung derita, bahkan kematian, walau tidak direncanakannya. Itulah yang kemudian dikenal dengan extraordinary crime atau kejahatan luar biasa, yang di negara kita tak kunjung diberlakukan bagi koruptor! Ada apa dengan mata pembela HAM? Apakah mereka menggunakan mata horus untuk melihat derita rakyat? Ataukah mereka benar - benar melihat dengan mata hukum Pancasila?

Sudah cukup kita terpana dengan mata horus-barat dalam melihat HAM di negara Pancasila. Muhammad Yamin dan Bung Karno, sama - sama sepakat bahwa negara ini adalah negara yang berbudaya luhur berdasar ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Lalu, apakah Tuhan Yang Maha Esa melarang penjahat kemanusian dihukum mati? Jawabannya bisa dilihat pada eksekusi mati pengedar narkoba kelas kakap! Lalu, kenapa tidak bagi para koruptor? Para penjahat perikehidupan rakyat, yang perutnya penuh dengan hak - hak rakyat, yang rumahnya dibangun atas jerih payah rakyat, yang kemewahannya sebagian besar diambil dari hak rakyat! Padahal, Negara Indonesia ini bukanlah negara yang berfaham homo homini lupus, manusia yang satu adalah serigala bagi manusia yang lain a la barat yang individualistik -- liberal. Negara ini adalah negara Pancasila di bawah naungan Tuhan Yang Maha Esa.

Sebagian Rakyat masih melarat, mati kelaparan karena miskin. Sengsara mendapatkan fasilitas pendidikan dan kesehatan, apalagi hunian yang layak, yang dengan itu dapat berguna untuk pemberdayaan hidup dan kehidupannya. Dimanakah Negara yang katanya "...melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia...?" Muara pertanyaan itu akan kembali lagi pada siapa yang menggerakkannya? Jawaban paling tepat adalah mungkin Pemimpin, bukan menekin!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun