Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita è bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Di Kota Carpi, Paus Fransiskus Kunjung Korban Gempa

2 April 2017   10:58 Diperbarui: 4 April 2017   15:12 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paus disambut warga pada sebuah kunjungan FOTO: ilrestodelcarlino.it

Kunjungan yang dibuat oleh Paus Fransiskus serasa tak henti.Dari Milan ke Carpi. Dari kota besar ke kota kecil. Dari kota mode ke kota korban gempa bumi tahun 2012.

Minggu, 2 April ini, Paus kembali menyapa warga kota Carpi-Emilia Romagna, Italia. Sapaan yang kembali bergema tepat seminggu setelah kunjungan mengharukan di Milan. Waktu yang begitu singkat. Memang, persiapannya juga singkat. Uskup dari Keuskupan Carpi Monsinyur Francesco Cavina (62) juga menyadari hal ini.

“Paus Fransiskus merencanakan kunjungan ini tepatnya pada 20 Februari yang lalu, dalam sebuah audiensi pribadi di kota Vatikan,” kata Cavina kepada Debora Donnini dari radio vatikan 3 hari yang lalu. Dalam waktu yang singkat, Paus Fransiskus mampu memutuskan untuk membuat kunjungan ini. Keputusan singkat ini dibuat setelah dialog panjang dengan Cavina. Saat itu, mereka juga membicarakan perihal situasi kota Carpi dan sekitarnya sebagai kota korban gempa.

Kota Carpi bukanlah kota besar namun justru di sinilah korban gempa paling banyak. Kota ini berpenduduk sekitar 71.080 orang (sensus 30/9/2016). Secara geografis amat kecil. Meski kecil, kota ini justru mempunyai banyak industri. Jangan heran jika lapangan kerja juga banyak. Kota ini berjarak sekitar 30,5 km dari kota-nya mobil Ferrari. Jika di Maranello banyak pengunjung mobil mahal itu, di Carpi kali ini banyak pengunjung yang ingin melihat Paus Fransiskus.

Dibanding dengan beberapa kota di sekitarnya seperti Modena, Ferrara, Mantova, Reggio Emilia, Bologna, kota Carpi pada 2012 yang lalu menjadi kota yang lumpuh. Saat itu, 29 Maret, jam 09 pagi, kota ini diguncang gempa 5,8 skala richter. Guncangan yang besar ini meluluhlantahkan isi kota. Banyak gedung hancur, pabrik-pabrik rusak, sekolah-sekolah pun diliburkan. Korban yang paling besar adalah meninggalnya 16 orang pada saat itu juga. Korban 16 orang ini masih ditambah dengan mereka yang mengalami luka berat lainnya.

Carpi saat itu betul-betul lumpuh. Industri sebagai urat nadi kota ini seolah-olah tidak mampu lagi memberi kehidupan bagi warganya. Industri bagi kota Carpi adalah segala-segalanya. Jika industri hilang, kehidupan di Carpi pun seolah-olah hilang. Maka, kehilangan industri itu bagi warga Carpi adalah juga kehilangan segala-galanya. Warga Carpi pun seakan-akan menjadi orang yang kehilangan harapan.

Paus berlatar gereja di kota Carpi, FOTO: papaboys.org
Paus berlatar gereja di kota Carpi, FOTO: papaboys.org
Harapan kiranya menjadi rahasia terakhir bagi warga Carpi. Dan, rahasia ini mampu terungkap pada saat yang tepat. Tahun ini, tepat 5 tahun setelah kejadian itu, Carpi mampu bangkit lagi. Dari kehilangan industri menjadi bergeliat lagi. Geliatnya industri ini membutktikan bahwa warga Carpi ingin bangkit dan hidup lagi. Mereka yang tadinya seolah-olah lumpuh, kini berjalan tegak dan siap berlari di medan perlombaan.

Sungguh ini menjadi sebuah kebangkitan yang membahagiakan. Kata Monsinyur Cavina kepada radio vatikan, “Kami betul-betul kehilangan segala-galanya, 42.000 lapangan kerja, rumah tinggal, toko-toko dan pasar, tetapi dalam 5 tahun, kami mampu membangunnya kembali khususnya semua pos kerja yang hilang, rumah-rumah, dan gedung sekolah.”

Dari penegasan Cavina tampak bahwa warga Carpi ingin mendahulukan kepentingan yang menjadi urat nadi kehidupan. Lapangan kerja adalah bensin mobil kehidupan mereka. Tanpa ini, warga Carpi tidak bisa menyalakan mesin kehidupan mereka. Mereka juga tahu, kehidupan yang baik hanya bisa diperoleh jika ada rumah sebagai tempat tinggal yang nyaman. Tidak ada pendidikan yang baik jika tidak ada rumah sebagai tempat pendidikan pertama. Maka, sekolah sebagai rumah pendidikan formal juga menjadi prioritas yang didahulukan.

Warga Carpi seolah-olah mau mengajarkan kepada dunia korban gempa bahwa inilah 3 hal penting yang mesti dikerjakan terlebih dahulu. Kebutuhan lainnya bisa diselesaikan kemudian. Carpi sudah membuktikannya. Mereka rela mendahulukan kepentingan saat ini ketimbang kehidupan di masa lalu. Bagi mereka, kepentingan sekarang (presente) lebih mendesak ketimbangan kepentingan masa lalu (passato). Namun, mereka tahu, presentetidak pernah ada tanpa didahului passato.

Strategi memainkan peran masa lalu dan masa sekarang ini sudah dibuktikan oleh warga Carpi. Meski mendahulukan kepentingan sekarang, mereka tidak lupa masa lalu. Bagi mereka, gempa bumi tidak boleh menghapus masa lalu. Gempa bumi di suatu saat justru menegaskan pilihan mereka untuk menjernihkan masa lalu. Itulah sebabnya Monsinyur Cavana mengatakan, “Yang sekarang sedang kami kerjakan adalah identitas sejarah dan identitas kehidupan kami yakni pusat-pusat sejarah (centri storici) dan tempat ibadah seperti gedung gereja.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun