Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita è bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Paus Fransiskus di Mata Gadis Muslim Ini

28 Maret 2017   03:28 Diperbarui: 29 Maret 2017   12:00 888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paus Fransiskus menyambut Imigran Muslim dari Siria pada 2015 yang lalu, FOTO: it.radiovaticana.va

Kehadiran Paus Fransiskus di kota Milan pada Sabtu lalu rupanya meninggalkan kesan mendalam. Kesan itu muncul sebelum dan sesudah kunjungan. Kesan itu muncul dari seorang gadis Muslim yang dibesarkan di kota Milan.

Nibras Asfa (23) nama gadis itu. Ia lahir dan dibesarkan di kota Milan dari orang tua Palestina. Kehidupannya pun tidak bisa dipisahkan dari perjalanan kota metropolitan Eropa ini. Di sinilah tapak sejarah hidupnya dibentuk. Itulah sebabnya, kunjungan Paus Fransiskus menjadi momen sejarah bagi dia. Tulis Asfa, “Ini akan menjadi sebuah hari sejarah untuk saya dan kota saya. Lebih-lebih karena tanpa disangka, saya dipilih oleh Keuskupan Milan (Gereja Katolik Milan)—bersama belasan wakil komunitas agama lainnya—untuk menyambut Paus Borgolio (nama asli Paus Fransiskus) di dalam Gereja Katedral Milan.” (Avvenire 25/03/2017*)

Asfa beruntung bisa menyambut Paus secara langsung. Kesempatan langka ini kiranya menjadi kerinduan banyak orang. Betapa tidak, bertemu langsung dengan Pemimpin Gereja Katolik sedunia itu tidak datang setiap saat. Tidak berlebihan jika Asfa bertanya, mengapa saya yang dipilih? Dia pun menjawab dengan nada menduga, “Mungkin karena kepolosan saya mengatakan perasaan dan kesan saya kepada Paus Fransiskus.”

Tiga hari sebelum pertemuan bersejarah ini, Asfa mengikuti pertemuan bersama di kota Milan. Di situlah dia menyampaikan kesannya terhadap pribadi Paus Fransiskus. Asfa melihat Paus ini seperti dia melihat kakeknya sendiri. Paus Fransiskus memang seperti seorang kakek. Sebagai kakek yang dekat dengan cucu-cucunya. Maka tulis Asfa dalam artikelnya, “Kesan dan perasaan saya terhadap Paus Fransiskus sama seperti kesan dan perasaan saya pada Kakek saya.”

Nibras Asfa bersama sang bapak yang juga sebagai Imam, Mahmoud Asba, FOTO: ilgiornale.it
Nibras Asfa bersama sang bapak yang juga sebagai Imam, Mahmoud Asba, FOTO: ilgiornale.it
Asfa menyinggung pentingnya peran seorang Kakek dalam keluarga Muslim. Seorang kakek—tulis Asfa—bukan saja figur penting tetapi juga dihormati. Karena dihormati, kakek pun menjadi sumber kebijaksanaan. Kebijaksanaan yang muncul seperti air yang tenang di kala terjadi kericuhan.

Figur kakek ini—menurut Asfa—ada dalam pribadi Paus Fransiskus. Sebagai kakek, Paus di mata Asfa adalah pribadi yang membuat umat Islam merasa tenang. Beberapa peristiwa di Eropa memang membuat sejumlah mata langsung tertuju pada banyak orang Muslim di Eropa. Mata-mata itu kadang membuat situasi tidak nyaman termasuk bagi Asfa.

Meski takut, Asfa tetap yakin, ada orang yang membuat situasi ini tenang. Dan, Asfa menemukan figur itu dalam pribadi Paus. Asfa ingat beberapa waktu lalu saat terjadi ledakan di beberapa tempat di Eropa dan kebetulan pelakunya beragama Muslim, umat Islam dicap sebagai agama-teroris. Cap ini beredar luas di kalangan warga Eropa. Paus Fransiskus dari Vatikan juga mendengarnya.

Alih-alih mengikuti kecaman warga Eropa, reaksi Paus Fransiskus justru membuat umat Islam tenang. Paus tidak percaya dan tidak menerima dua wajah Islam versi media massa. Katanya, “Kalian tetap tenang, saya tahu siapa kalian sebenarnya.” Kata-kata Paus ini seolah-olah meredam badai di tengah ombak yang tinggi.

Dan, Asfa pun merasakan kekuatan dari kata-kata ini. Bagi Asfa, kata-kata seperti ini biasanya lahir dari seorang kakek yang bijaksana. Ingatannya kembali kepada figur seorang kakek dalam keluarga Islam tempat dia dibesarkan. Dari kesan ini, Asfa pun tak segan-segan memberi label Paus Fransiskus sebagai kakek yang bijaksana, yang menyanyangi cucu-cucunya.

Paus di kota Milan, FOTO: corriere.milan.it
Paus di kota Milan, FOTO: corriere.milan.it
Seperti cinta seorang kakek, Paus Fransiskus—dalam setiap pidato publiknya—selalu menunjukkan pesannya kepada semua manusia di seluruh dunia. Dia selalu menekankan betapa berharganya manusia. Manusia menjadi nomor satu. Inilah yang membuat kata-kata Paus Fransiskus didengarkan oleh setiap orang dari berbagai kalangan. Asfa pun menggambarkannya dengan jelas, “Saya suka dengan sikap belas kasihannya, sikap kerendahan hatinya, kepekaannya, dan sifat universal dari pesan-pesannya.”

Kesan Asfa ini jelas-jelas menggambarkan kepekaan seorang pemimpin agama yang tidak membeda-bedakan pemeluk agama. Paus sebagai orang Katolik justru melampaui sekat agama yang kadang-kadang dipagari tembok aturan kaku dan hukum yang mengikat. Saat tembok itu dilampaui, pesan itu pun sungguh menyentuh hati pendengar. Apalagi pesan yang menyangkut pribadi manusia dan kepentingan manusia pada umumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun