Mohon tunggu...
Muhamad Hadinoor Gorbachev
Muhamad Hadinoor Gorbachev Mohon Tunggu... -

Lebih baik terasingkan dan hidup melawan kemunafikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apakah Indonesia Negeri Saba' Jilid 2?

30 Oktober 2012   07:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:13 2278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1351583399390640927

[caption id="attachment_220753" align="alignleft" width="300" caption="Indonesia Negeri Subur Makmu"][/caption] Indonesia terkenal dengan negeri subur makmur akan kekayaan sumber daya alam yang sangat melimpah. Tidak bisa dipungkiri Negeri kita bagaikan negeri dongeng yang banyak kisah dan Negeri yang nyata juga akan kisah tersebut. Dari zaman nenek moyang sampai sekarang tak lepas dari kenikmatan Tuhan yang diberikan kepada kita semua, kekayaan sumber alam yang melimpah. Tetapi tak lepas dari itu terkadang kita lupa sebagaimana mestinya kita patut syukuri semua hal pemberian dan anugerah nikmat Tuhan bukan untuk kita hancurkan. Dari Sabang sampai Merauke tidak terhitung berapa jumlah kekayaan alam dan tidak bisa terhitung pula kerusakan akibat perbuatan kita. Seperti yang dilansir ayat Al Qur'an Surat Ar-Rahman berulang kali Allah SWT sampaikan dan tanyakan kepada kita.

"Fabiayyi ‘ala irobbikuma tukadziban"

Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan?

31 Kali Allah SWT bertanya kepada umat manusia, bahkan khususnya untuk negeri kita tercinta Indonesia sebagai percontohan salah satu kenikmatan terbesar hidup di negeri kaya raya sumber daya alam ini. Lupa itu sesuatu hal yang wajar bagi umat di Indonesia, tetapi kewajaran lupa yang terus-menerus berakibat kehancuran sesuatu hal yang patut dibenahi dan menyadari akan hal itu. Kembali ke sejarah berdirinya bangsa ini tak terlepas tangan para penjajah yang ingin menguasai daerah subur makmur ini. Kekayaan alam yang berlimpah faktor utama rebutan kekuasaan wilayah di negeri ini. Tak cukupkah kebodohan dan penderitaan yang kita alami ini, sehingga mengalami kerugian yang amat besar dari eksploitasi besar-bersaran saat itu untuk para tangan penjajah.

Selepas dari tangan penjajah sudahkah kita sepantasnya menyadari ataukah kita adalah negeri penjajah di negeri sendiri? Kisah kenyataan yang sekarang kita hadapi adalah diri kita sendiri dan bangsa kita sendiri. Salah satunya adalah eksploitasi alam yang besar-besaran tanpa adanya pembenahan bahkan sifat hawa nafsu menjadi kekuatan besar untuk berambisi menguasai sumber daya alam. Kerusakan yang tak terhingga menjadi ancaman orang-orang tak berdosa menjadi bencana yang struktural. Kerusakan yang timbul baik dari darat sampai lautan telah menjadi ancaman terbesar dari tangan-tangan yang tak bertanggung jawab. Sungguh kenikmatan yang menjadi kehancuran untuk kita sendiri dari ulah-ulah tersebut. Bagaimana jika alam yang tak memiliki moral sudah tak terelakkan lagi dan tak mentolerir ulah kita dan bagaimana murka Tuhan mencabut kenikmatan dan memberikan bencana kepada negeri kita. Jawaban itu sebenarnya sudah diberikan kepada kita untuk sadar dan berbenah diri. Sudah saatnya kita bukan menunggu kehancuran, tetapi menjalankan perubahan yang lebih baik demi menjaga keseimbangan alam ini atas nikmat Tuhan yang telah diberikan kepada kita semua.

Teringat sebuah kisah yang digambarkan dalam Al Quran seharusnya menjadi contoh untuk negeri kita ini. Contoh negeri Saba' yang Allah kisahkan di dalam Al Qur'an seperti negeri Saba di era kejayaan dan kemakmurannya, hingga Allah menjadikannya sebagai percontohan dalam al-Qur’an. Tadinya, Saba’  adalah negeri yang aman, subur dan makmur . Bukan saja aman dari segala bentuk kriminal, kejahatan, penyakit dan bencana yang dilakukan oleh manusia, namun juga tak ada ancaman dari hewan-hewan yang berbahaya. Bahkan Allah membersihkan hewan-hewan pengganggu dari negeri itu. Dan Allah gambarkan sebuah firman-Nya:

Sesungguhnya bagi kaum Saba ada tanda (kekuasaan Rabb) di tempat kediaman mereka..” Yakni, “mereka tidak melihat adanya nyamuk, lalat, kutu, kalajengking, ular dan hewan (pengganggu) lainnya.” Dalam kontek kekinian, barangkali termasuk virus dan bakteri yang membahayakan. Saba’ juga menjadi negeri yang sangat subur dan makmur. Dengan bendungan yang disebut sejarawan sebagai Bendungan Ma’rib, mengairi dua kebun yang terletak di sisi kanan dan sisi kiri wilayah mereka, “yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri.” (QS. Saba’: 15)

Ayat di atas banyak kemiripan yang Allah berikan kepada negeri kita, tapi kita tidak pernah menyadari sepatutnya nilai spiritual menjadi landasan kita untuk bangkit dan berbenah diri. Sebuah kenikmatan yang tak terhingga seharusnya diimbangi rasa syukur dan menjalankan rasa syukur itu dengan benar bukan sebaliknya. Jangan sampai negeri kita yang subur makmur ini pun hilang dari peradaban yang sama, harapan yang tandas jauh dari realita kehidupan, yang ada adalah sebuah penantian kehancuran yang akan terjadi bila kita tidak sadari akan hal itu. Seakan potensi alam kita menjelma menjadi musuh dan dari arah itulah bencana dan musibah datang bergantian. Mengingatkan kita akan kondisi kaum Saba’ ketika mereka merubah syukur dengan kufur, maka dalam sekejap Allah menggantikan ni’mah (nikmat) dengan niqmah (bencana).

Meskipun kita tak mau persalahkan hal itu terkadang kita menganggap bahwa menghubungkan antara dosa dengan musibah hanyalah wujud simplifikasi (menggampangkan) masalah, atau bahkan dianggap tidak lagi bentuk empati terhadap para korban bencana. Padahal, mengkaitkan bencana dengan dosa tidak berarti menuduh korban bencana itu menjadi biangnya dosa. Boleh jadi orang yang tidak terkena musibah juga turut andil dalam mengundang datangnya musibah. Baik dengan menyebarluaskan dosa, atau sekedar meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar. Ibarat seorang membuang sampah sembarangan, bisa terjadi sampah itu akan berdampak kepada orang yang tidak membuang sampah sembarangan, maka timbulah banjir dan penyakit sebagai bencana tersebut. Semoga negeri kita bukan negeri yang digambarkan sebagaimana firman Allah selanjutnya diberikan kepada negeri Saba'.

”Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr.” (QS. Saba’:16)

Kenyataan tersebut merupakan perubahan yang berawal kenikmatan menjadi rasa kekufuran umat manusia. Mungkin saja di Indonesia sudah kenyang akan hal itu, tapi tak pernah kita menyadari berapa kekufuran yang mengakibatkan kerusakan di negeri ini tapi Allah tetap memberikan kenikmatan kepada kita semua. Semoga hal ini menjadi pelajaran buat kita semua, begitu besar nikmat Tuhan yang telah kita dapatkan terutama kekayaan alam yang melimpah. Bukan berarti kita gunakan kenikmatan tersebut menjadi bencana. Dan semoga mulai dari kita terkhususnya sampai kepada pemimpin-pemimpin kita bangkit melakukan perubahan yang lebih baik untuk menjaga keseimbangan dan keselarasan alam ini sebagaimana mestinya kita lakukan. Karena kehendak Tuhan lah kita berserah diri. Karena Dia-lah Yang Maha Kuasa dengan firman:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun