Kampungku terkubur dalam kabut ganja Â
memabukkan kanak kanak angsa
perahu-perahu teronggok dan kandas
tapi cadik-cadik kekarnya setia,
menunggu bapaknya yang kini ringkih,
tergeletak telanjang dada, Â
kakinya yang legam gemetaran Â
Â
ah, lelaki renta telantang setengah terpejam
ia di telan rupa peradaban,
bahunya menyerah tak berdaya
pada kambuh lukanya
pada onggokan pasir dangkal muara
dan pergaulan jaman,
anak muda menatap gelap kampungnya
karna luas lautan tak mencerahkan keadaan
dan warisan keterampilan buruh-nelayan
bukanlah pegangan hidup, Â
ia berdiri
menendang ombak bathinnya Â
di pasir pantai ia memaki dirinya sendiri...
anak muda memandang kabur langit kampungnya
dalam kegelapan
ia mendaki gunung - gunung mabuk
mencari pencerah
Lalu ia lari ke puisi ganja dan dalam kemabukan,
kampung yang lusuh bergambar kota raya
O..wajah berdarah di sangka purnama
apakah kita terus menerus begini ?
apakah pergaulan harus mengubur peradaban ?
anak muda tanpa di bekali keahlian
keahlian tanpa di beri pekerjaan
anak muda pengangguran
adalah angkatan kita yang gagap,
yang di peranakkan oleh angkatan takabur Â
Â
persis yang kita dengar menjelang "musim", Â
musim sepanas pertikaian dan huru hara
Surabaya, 28 Des 2018
Rasull abidin