Mohon tunggu...
Yakob Godlif Malatuny
Yakob Godlif Malatuny Mohon Tunggu... Dosen - Kata-kata lisan terbang bersama angin, sementara tulisan abadi.***

Akademisi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membangun Kehidupan

2 Mei 2018   01:41 Diperbarui: 23 Agustus 2018   22:07 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

PARA pembaca yang terhormat dan mulia, pendidikan menjadi jalan vital untuk membangun kehidupan, lebih-lebih dipandang penting sebagai ruang untuk membimbing, mengarahkan, dan membentuk setiap kewargaan agar menjadi baik dan cerdas (smart and good citizen).

Sekilas, kata-kata di atas memang terlihat sebagai konsep yang tak bermasalah. Namun, saya kembali memutar otak untuk sibuk memikirkan; jika pendidikan bisa membangun kehidupan dan membuat setiap anak bangsa menjadi lebih baik dan cerdas, hingga sejauh ini di Tanah Air kita pasti tak ada lagi orang-orang jahat. Nyatanya tidak. Najwa Shihab masih mengatakan, kejahatan dan pembiaraan ada di mana-mana.

Lebih dari itu, kita dapat menyaksikan deretan fakta buruk yang turut membumbui dunia pendidikan seperti bullying, tawuran antar pelajar, narkoba, sikap intoleran, pungli, hingga korupsi yang dilakukan oleh anak bangsa yang pernah lahir dari rahim pendidikan.

Tak boleh heran, jika di saat sebagian besar anak bangsa mengais-ngais rupiah, terdapat sekelompok orang, rata-rata dari kelas menengah ke atas yang wangi kerap mengobral rupiah, sehingga mobil mewah meluncur tiap hari.

Tak kalah buruknya, pendidikan bangsa kita dalam satu dekade terakhir lebih banyak terarah pada kepentingan-kepentingan praktis hidup, yaitu melayani pasar ketimbang membangun kehidupan. Sebut saja perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dimana anak-anak bangsa dipicu (lewat pendidikan) untuk mengejar keuntungan yang sebesar-besarnya demi kemakmuran pribadi dan sanak famili.

Keberhasilan-keberhasilan pendidikan selalu diletakkan dengan ukuran-ukuran pasar, bersifat pragmatis, mekanistis, dan normatif. Tak pelak lagi, pendidikan ideal yang diimpikan hanya sebatas jari yang menunjuk bulan.                                                                                        

Mungkin para pembaca yang terhormat merasa hal ini berlebihan, dibesar-besarkan, dan tendensius. Namun saya meyakini, potret pendidikan bangsa kita dalam satu dekade terakhir sungguh memprihatinkan dan gagal dalam membangun kehidupan bangsa yang bermartabat.

Mari Kita Bangun Kembali

Sampai hati bila beragam problematik yang melanda pendidikan bangsa kita dininabobokan, karena bisa membuat bangunan kehidupan bangsa kita takkan bertahan lama di tengah gempuran budaya dan persaingan bangsa lain.

Diperlukan adanya kesukarelaan yang tulus dari setiap anak bangsa yang terdidik untuk membangun kehidupan anak bangsa yang lain melalui tiga langkah bijak. Kesatu, peran pendidik di wilayah sekolah tak boleh hanya sebatas "mengajar" namun juga "mendidik" agar anak bangsa tak hanya cerdas namun berkarakter baik (good character). Karena kata cerdas dan baik harus berpadu dalam setiap pribadi anak bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun