Mohon tunggu...
Gloria Fransisca
Gloria Fransisca Mohon Tunggu... Jurnalis - Writer

My name is Gloria Fransisca Katharina Lawi, I was born in Jakarta. Experienced in media service especially as writer, journalist, researcher, public relation, and social media content for almost 10 years in KONTAN and Bisnis Indonesia. Currently, I am doing my new role as Content Caretaker of political platfom, MOSI.ID.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Indonesia Diterpa Isu Kewarganegaraan Menjelang Hari Kemerdekaan

16 Agustus 2016   01:57 Diperbarui: 16 Agustus 2016   16:02 1290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah ini adalah sebuah cerita di balik perjalanan liputan seorang jurnalis muda bau kencur. Saya hanya memberi sedikit kronologis dalam perjalanan hari ini, sebagai instrumen di balik layar dari apa yang tidak bisa atau terbatas jika diceritakan dalam berita.

Setiap hari saya pergi ke Kantor Kemenko Maritim. Saya memang ditugaskan menjaga kementerian tersebut dan meng-update pemberitaan apapun tentang Luhut Binsar Panjaitan. Sejak pagi, Pak Luhut tidak mau menjawab satupun pertanyaan, padahal saya sudah sampai meminta sesama wartawan untuk tidak langsung menanyakan masalah dwi kewarganegaraan Arcandra Tahar. Buat saya, menjaga mood narasumber itu penting untuk mendapatkan informasi. 

Sayangnya saya menilai Pak Luhut begitu insecure atau bisa jadi beliau memang terlampau sibuk hari ini untuk menjawab pertanyaan awak media. Saya dan seorang teman saya wartawan TEMPO duduk berdua di lobby menunggu kepulangan Pak Luhut dari Istana. Begitu beliau pulang kembali ke kantor, beliau juga masih enggan menjawab pertanyaan. Alasannya, saya masih banyak meeting. Nanti saja. Menurut teman saya yang sebelumnya bermarkas di Menko Polhukam begitulah karakter Pak Luhut, jadi lebih baik tidak memaksa.

Saya pun menunggu saja di lobby bersama teman saya, sambil membahas masalah kewarganegaraan Arcandra Tahar yang menjadi trending topic di social media karena memiliki paspor Amerika, dwi kewarganegaraan, double agent, hingga mengerucut kepada opini bahwa Arcandra Tahar adalah antek Amerika. 

Dari kalangan jurnalis memang sudah tersebar informasi berupa BM tentang Arcandra Tahar yang memiliki dwi kewarganegaraan. Padahal sesuai aturan Pasal 23 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan menyatakan bahwa WNI secara otomatis kehilangan kewarganegaraan jika yang bersangkutan memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauan sendiri. Dengan demikian, Arcandra yang sudah memang paspor Amerika Serikat melalui proses naturalisasi pada Maret 2012 dengan mengucapkan janji setia kepada Amerika Serikat, maka dia sudah melepaskan status WNI-nya.

Parahnya, sebulan sebelum menjadi warga negara AS, pada Februari 2012 Arcandra mengurus paspor RI kepada Konsulat Jenderal RI di Houston, AS, dengan masa berlaku lima tahun. Sejak Maret 2012, Arcandra juga tercatat melakukan empat kunjungan ke Indonesia dengan menggunakan paspor AS. Uniknya saat dilantik sebagai Menteri ESDM pada akhir Juli lalu, Archandra menggunakan paspor RI yang secara hukum sudah tak sah.

Arcandra disebut bisa menjadi Menteri ESDM karena sukses mempresentasikan soal Blok Masela kepada Presiden Jokowi melalui mekanisme on shore. Hasil kajian dari perusahaan Arcandra lah yang membuat Presiden menyurati Inpex Corporation untuk keberlanjutan proses Blok Masela. Berdasarkan salah satu broadcast message yang konon ditulis oleh Faisal Basri itu disebutkan, bahwa Luhut Binsar Panjaitan adalah tokoh yang merekomendasikan Arcandra sebagai Menteri ESDM kepada Presiden Jokowi. Luhut disebut-sebut tak sendirian, seorang Deputi dari Kantor Staf Presiden, Darmawan Prasodjo juga disebut sebagai pihak yang merekomendasikan nama Arcandra, karena keduanya adalah sahabat baik selama bersekolah di Amerika Serikat.

Arcandra harus kita akui sebagai sosok yang cerdas. Kalau tidak cerdas, bagaimana mungkin dia bisa dipercaya memegang perusahaan minyak di Amerika Serikat. Banyak orang menyesalkan kondisi Arcandra, orang cerdas yang mau membangun bangsanya malah diterpa isu kewarganegaraan. Ada juga orang yang nyirnyir terhadap Arcandra karena dianggap pengkhianat terhadap bangsa dan negaranya. Memang kalau Arcandra mundur tidak akan rugi baginya secara finansial, gaji dari perusahaan AS tempat dia bekerja dulu jauh lebih besar ketimbang gaji menjadi menteri yang hanya sekitar Rp 40 juta per bulan.

Saya memilih berada di garis tengah memandang arus perdebatan itu karena ketika saya duduk berdua dengan kawan TEMPO, tiba-tiba mobil pak Arcandra datang ke kantor Kemenko Maritim sekitar pukul 14.13 WIB. Hah? Demi apa itu Arcandra Tahar? Saya dan kawan TEMPO (nama kawan saya biar saya amankan ya) kaget. Spontan kami berdiri dan menghampiri Arcandra yang baru turun dari mobil Crown Royal Saloon dengan pelat 34. Saya pun berdiri mepet ke Pak Arcandra yang sedang mengambil secarik kertas putih dari map yang dibawa oleh staf atau ajudannya.

"Pak, ada apa nih, Pak.."

"Sebentar ya, saya buru-buru," katanya terburu-buru, dengan berjalan penuh ketergesa-gesaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun