Mohon tunggu...
Glori Kristian
Glori Kristian Mohon Tunggu... Lainnya - 31170131

berkuliah di Universitas Kristen Dutawacana Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Permasalahan dan Strategi Pengendalian Penyakit Pilariasis di Manokwari

26 Juni 2020   12:14 Diperbarui: 26 Juni 2020   12:14 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PENDAHULUAN

Filariasis merupakan penyakit yag disebabkan oleh cacing filaria Wuchereria brancoti, Brugia malayi, yang menyerang saluran dan kelenjar getah bening. Culex quinqufasciatus merupakan vektor filariasis(Kemenkes RI, 2010). Penyakit ini tidak memtikan namun menimbulkan sakit secara fisik yang bersifat kronis dan kecacatan yang permanen sehingga mengganggu dan menurunkan aktivitas sehingga berdampak pada produktivitas penderita. Selain itu filariasis jika tidak di tangani dapat menjadi dampak ekonomi dan dampak mental secara psikologis.

Negara Indonesia merupakan endemik filariasis terbanyak di dunia setelah India di urutan ke 2 dengan kasus terbanyak adalah Nigeria (Okona et all., 2010) Jumlah kasus filariasi di Indonesia dari tahun ketahun terus bertambah. Di Indonesia angka penderita filariasis tergolong tinggi dengan persentase 3,1% dari penyakit lainnya. Dengan angka tertinggi ditemukan di Papua, Aceh, Maluku dan NTT sebesar 6.7% di seluruh Indonesia dan meningkat ke angka 11,6% di Tahun 2001. Dengan 7,3% kasus filariasis terdapat di Kab. Manokwari. Nyamuk pembawa penyakit filariasis dapat berkembang dengan baik di Papua dikarenakan sebagian besar letak dan kondisi geografisnya yang sangat mendukung nyamuk untuk dapat tumbuh dan berkembang biak. Dilansir dari situs resmi pemerintah Papua yang mana Papua memiliki topografi yang bervariasi dataran tinggi hingga dataran rendah dengan suhu sebesar 26,6°C – 33,40°C dan kelembapan udara rata-rata sebesar 87,33%” juga di tambah dengan musim kemarau yang tidak menentu sehingga sangat cocok untuk daur hidup nyamuk.

Siklus dan Penyebaran Penyakit

Nyamuk dengan genus Culex tersebar pada iklim tropis dan subtropis terlebih diarea tempat-tempat Perkotaan. Nyamuk culex sendiri memiliki ukuruan yang kecil sekitar 4 – 13 mm. Pada kepala nyamuk Culex terdapat probosis. Porbosis pada nyamuk betina digunakan untuk menghisap darah, sedangkan pada nyamuk jantan digunakan untuk menghisa zat-zat seperti cairan tumbuh-tumbuhan. Pada nyamuk jantan terdapat rambut yang lebat (plumose) pada antenanya, sedangkan pada betina jarang terdapat rambut (pilose) (Sutanto, 2011).

Nyamuk Culex memiliki siklus hidup sempurna mulai dari telur, larva, pupa, dan imago (dewasa).

  • Telur
  • Sekali bertelur seekor nyamuk betina dapat menghasilkan 100 telur. Telur akan menjadi jentik sekitar 2 hari. Diatas permukaan air, nyamuk Culex sp meletakan telurnya secara bergerombol dan berkelompok untuk membentuk rakit. Oleh karena itu telur nyamuk Culex sp  dapat terapung di permukaan air. (Borror,1992)

  • Larva
  • Setelah telur mengalami penetasan, lama waktu yang diperlukan untuk pada keadaan optimum untuk tumbuh dan berkembang mulai dari penetasan sampai menjadi dewasa kurang lebih 7-14 hari (Sogjianto, 2006).

  • Pupa.
  • Pupa merupakan stadium akhir dari metmorphosis nyamuk yang bertempat di dalam air. Tubuh pupa berbentuk bengkok dan kepalanya besar. Sebagian kecil tubuh kotak dengan permukaan ait, berbentuk terompet panjang dan tamping, setelah 1-2 hari akan menjadi nyamuk Culex (Astuti, 2011). Nyamuk memerlukan waktu sekitar 2 – 5 hari untuk menjalani fase ini sampai menjadi nyamuk dewasa.

  • Dewasa
  • Ciri-ciri nyamuk  Culex  dewasa adalah berwarna hita belang-belang putih, kepala berwarna hitam dengan putih pada ujungnya pada bagian thorak terdapat 2 garis putih berbentuk kurva. Nyamuk jantan dan betina akan melakukan perkawinan setelah keluar dari pupa. Seekor nyamuk betina akan melakukan aktivitas menghisap darah dalam waktu 25-36 jam etelah dibuahi nyamuk jantan. Untuk proses pematangan telur sumber protein yang paling penting adalah darah. Perkembangan nyamuk mulai dar telur saampai dewasa membutuhkan waktu sekitar 10 sampa 12 hari (Wibowo, 2010).

Faktor Resiko

Data diatas merupakan data dari journal penelitian Yehud Maryen et.all (2017), yang membahas tentang faktor resiko filariasis di Manokwari. Yang mana Variabel yang diambil mulai dari Petani, Masyarakat berpendapatan rendah, Masyarakat dengan pengetahuan yang minim, Orang yang tidak menggunakan kelambu saat tidur, Orang yang sering beraktivitas di malam hari, Masyarakat dengan pakaian minim, Masyarakat yang hidup atau tinggal di dekat rawa dan Masyarakat yang tinggal di dekat persawahan. Yang mana data dari variabel di atas diolah dengan bivariate and multivariate analysis menggunakan Statistical Package for the Social Sciences (SPSS). Dengan nilai OR>1, dan nilai p<0,05 dinyatakan signifikan.

Resiko paling tinggi terkena penyakit filariasis menurut data diatas adalah Masyarakat yang hidup dan tinggal di dekat Rawa di Kab. Manokwari. Masyarakat yang hidup dengan jarak <200M dari rawa lebih berisiko terkena filariasis karena rawa merupakan habitat dari nyamuk itu sendiri dan juga ini meningkatkan resiko Orang untuk digigit nyamuk di luar ruangan (exophagic) dan dalam ruangan (endophagic). Dari tabel diatas Orang yang hidup disekitar rawa berisiko 5,8 kali berisiko terkena filariasis dari pada Variabel yang lain. Variabel yang kedua resiko resiko rentan terkena filariasis ialah orang yang tidur malam tanpa kelambu karena meningkatkan faktor tergigit nyamuk endophagic (di dalam ruangan).

PENUTUP

Papua memiliki topografi wilayah yang sangat mendukung untuk tersebarnya penyakit Vector Borne Disesase, hal ini diperparah dengan kurangnya perhatian dari masyarakatnya yang kurang memperhatikan kondisi ini. Perilaku seperti tidur malam tanpa Kelambu, sering keluar ditengah malam, dan berpakaian minim saat berpergian. Ekonomi merupakan faktor utama perilaku seperti ini mayoritas pekerjaan Masyarakat Papua di pedalaman adalah petani sehingga sering keluar ke hutan atau rawa untuk membuka lahan dan tinggal disana untuk menjaga kebun mereka agar tidak terserang hewan atau pencurian. Namun hal ini dapat di minimalisir dengan tidur menggunakan kelambu, atau berpergian dengan menggunakan pakaian yang menutupi tubuh saat malam hari dan menggunakan lotion antinyamuk untuk meminimalisir gigitan nyamuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun