Mohon tunggu...
Siti Masruroh
Siti Masruroh Mohon Tunggu... Administrasi - mahasiswa

Imaginer, Freedom Writer, Bolang, Nyastra. and always support go to Leiden

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Baperisme"

28 Februari 2018   21:24 Diperbarui: 1 Maret 2018   08:10 952
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock

Baru-baru ini ungkapan "Baper" menjadi trending di masyarakat jaman now. Setiap percakapan antara teman sebaya yang saya temui, dan juga di dunia entertain melantunkan kata ini disetiap kesempatan. Entah itu sebagai alasan biar kekinian atau malah untuk memukul lawan bicara sehingga menjadi baper sungguhan.

Disetiap bahasa pasti akan mengalami perubahan mengingat zaman yang semakin maju namun tidak semua perubahan itu sebagai hal positif yang bisa diterima. Adakalanya kita harus memfilternya sebagai bahasa keseharian yang tetap menjunjung adat ketimuran yang selama ini diterapkan di Indonesia.

Ketika kita dengan berbicara seperti itu malahan tidak sengaja membuuat lawan bicara merasa terjatuh dan tersakiti maka bahasa yang seperti kata " Baper" seyogyanya mulai dikurangi dengan beberapa gerakan nyata seperti halnnya hoax yang sudah merajai di setiap media massa ataupun media maya Negara ini.

Seperti yang penulis perhatikan di sekitar contoh katakanlah Si A meminta tolong untuk mengambilkan bukunya jatuh di lantai dan Si B entah itu niat guyon atau memang sengaja dengan lantangnya ia bilang tidak mau, lalu Si A dengan raut muka yang suntuk dalam menanggapinya sambil mengambil bukunya yang jatuh. Tak lama dari kejadian tiba-tiba Si A  bilang "Baperrrr!!!".

Nah gambaran di atas secara jelas kata "Baper" bisa menggantikan kata "Maaf" begitu hebatnya jaman sekarang sampai-samai budaya kita yang harusnya ketika seseorang  menyakiti orang lain meminta maaf tapi malah dengan entengnya mengatakan "Baperrr!!!". Dan yang menggunakan kata-kata seperti ini merupakan agent of change yang nantinya akan menjadi pengganti pemimpin-pemimpin masa depan yang harusnya bisa melestarikan kebudayaan bahasa Indonesia kita maupun sikap orang Indonesia yang selalu mungutamakan kata maaf dalam setiap tindakannya.

Bila dikaitkan dengan teori komunikasi behaviorisme. Teori dari ilmuan asal Amerika Serikat bernama Jhon B. Watson (1878 -- 1958). Menurutnya Teori Behaviorisme ini mencakup semua perilaku, termasuk tindakan balasan atau respon terhadap suatu rangsangan atau stimulus. Artinya bahwa selalu ada kaitan antara stimulus dengan respon pada perilaku manusia. Jika suatu stimulus atau rangsangan yang diterima seseorang telah teramati, maka dapat diprediksikan pula respon dari orang tersebut.

Sehingga yang dipaparkan oleh Jhon B. Watson ini sangat berkaitan dengan masalah kata "Baper" dalam setiap omongan. Bagaimana respon lawan bicara setelah mendapat rangsangan dari lawan bicara yang tidak menenangkan malahan menjatuhkan dan bisa memicu pertikaian antar individu dengan individu atau individu dengan kelompok. 

Solusi yang tepat untuk masalah ini adalah dengan sinergi antara pemerintah, seniman, akademisi, masyarakat sipil yang mana didalamnya ada cakupan generasi sekarang maupun yang yang akan datang bisa bekerjasama untuk melawan kata-kata yang dianggap amoril untuk dilakukan dalam keseharian. Saling berkontribusi untuk mengembalikan budaya bahasa yang baik dan benar agar tidak saling menyakiti dan menimbulkan pertikaian. Semoga bermanfaat. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun