Masalah kesehatan jiwa di Indonesia merupakan salah satu masalah yang baru - baru ini mulai mendapat perhatian yang lebih dari masyarakat , terutama sejak munculnya kasus - kasus terkait kesehatan jiwa yang pada akhirnya menyebabkan hal - hal yang berdampak negatif. Salah satu yang menjadi sorotan media adalah kasus - kasus bunuh diri yang beberapa waktu lalu banyak memicu perdebatan di forum - forum dan media sosial.
Diseluruh dunia , diperkirakan sekitar 10-15% dari populasi anak - anak dan dewasa muda mengalami gangguan mental (Kieling, Baker-Henningham et al. 2011) . Sementara itu , salah satu dari dampak gangguan kesehatan yang menjadi salah satu sorotan masalah untuk diselesaikan, yaitu bunuh diri, merupakan penyebab kematian nomor 2 di dunia untuk kelompok usia 15-29 tahun , setelah kematian akibat kecelakaan lalu lintas. Namun , berdasarkan data yang dimiliki WHO , laporan kasus bunuh diri yang diterima belum tentu merupakan keseluruhan kasus , sebab pada beberapa masyarakat , terdapat aturan , norma , nilai , dan tabu yang dapat mempengaruhi beberapa orang untuk melaporkan kasus (WHO , 2016). Oleh karena itu mungkin masalah tersebut jauh lebih penting untuk diperhatikan dibandingkan dengan laporan yang diterima.
Di Indonesia sendiri , berdasarkan laporan dari riskesdas , didapatkan prevalensi gangguan kesehatan untuk usia 15 tahun keatas mencapai 14 juta orang , yaitu sekitar 6% dari jumlah seluruh penduduk di Indonesia. Selain itu terdapat sekitar 1,7 orang per 1000 penduduk yang mengalami gangguan jiwa berat , salah satunya skizofrenia.
Penyebab dari gangguan kesehatan jiwa bersifat multifaktorial , dengan kata lain , berbagai hal dapat menyebabkan kesehatan jiwa , baik faktor internal , maupun faktor eksternal. Faktor internal yang diketahui dapat menyebabkan gangguan kesehatan jiwa adalah faktor genetik. Beberapa penyakit kongenital ( penyakit yang dimiliki dari lahir ) dapat menyebabkan gangguan kesehatan jiwa , terutama penyakit kongenital yang menyebakan gangguan pada sistem saraf. Sementara itu , untuk beberapa penyakit , meskipun bukan merupakan faktor definitif , faktor genetik dapat meningkatkan risiko gangguan jiwa. Selain itu , juga terdapat faktor eksternal yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan jiwa. Faktor eksternal yang seringkali berpengaruh besar terhadap kesehatan jiwa seseorang antara lain : asuhan orangtua , pengaruh teman - teman , seperti bullying , serta pemakaian dan konsumsi zat - zat tertentu , seperti rokok , alkohol , serta obat-obatan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh WHO dengan subjek siswa usia 13-17 tahun pada tahun 2016 di Indonesia , berdasarkan faktor eksternal penyebab gangguan kesehatan jiwa , didapatkan bahwa hanya 36% dari responden mendapat asuhan / perhatian dari orangtua , dan sebanyak 20,7% responden mengalami bullying . Selain itu , WHO juga menemukan kaitan yang kuat antara bullying dan penggunaan zat - zat yang berdampak pada kesehatan jiwa (WHO , 2016).
Dari hasil penelitian - penelitian tersebut , dapat disimpulkan bahwa asuhan orangtua memiliki peran yang sangat besar terhadap kesehatan jiwa seseorang, begitu pula dengan bullying yang juga memiliki keterkaitan dengan penggunaan zat - zat seperti rokok dan alkohol. Oleh karena itu , kunci dari penyelesaian masalah kesehatan jiwa mungkin terletak pada orangtua dan juga sekolah yang merupakan gerbang pertama yang membentuk kepribadian seseorang sejak masa kecilnya.