Mohon tunggu...
Giri Luka
Giri Luka Mohon Tunggu... Buruh - Kadang merasa lelah, tapi harus tetap berjalan

Rimbo Bujang: Awal Semua Perjalanan...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Karena Mudik Bukan (untuk) Cerita Memilukan

1 Juni 2017   14:25 Diperbarui: 1 Juni 2017   14:48 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang pemudik gratis menggunakan kereta api memanggul koper. Foto: Tribunnews.com

SELALU ada semangat di balik kata mudik. Semangat itu adalah berkumpul dengan keluarga tercinta setelah sekian lama dipisahkan jarak sehingga tidak bisa saling tatap muka setiap waktu.

Maka, ribuan orang rela berdesak-desakan di bus atau melakukan perjalanan berhari-hari dengan kendaraan pribadi untuk bertemu dengan saudara dan merayakan Idulfitri bersama-sama. Ada harapan, perjalanan tak mendapat kendala sehingga senyum dan pelukan erat menjadi muaranya.

Di tengah semangat dan harapan itu, selalu cerita tak mengenakkan di jalanan. Data Kementerian Perhubungan, khusus untuk jalur darat, terhitung dari hari keenam sebelum Lebaran hingga hari pertama Idul Fitri 1437 Hijriah, Rabu (6/7/2016), persentase korban kecelakaan tetap tinggi meski sudah turun 21 persen dibanding periode yang sama pada tahun lalu.

Jumlah kecelakaan yang tercatat adalah 1.289 kasus, sementara tahun 2015 sebanyak 1.622 kecelakaan. Meski begitu, korbannya mencapai 244 orang.

Jika dikomparasikan dengan 4.328.337 penumpang, angka 244 mungkin sedikit. Tapi, itu tetap saja cerita memilukan bagi yang mengalami dan keluarganya di rumah. Cerita yang tak pernah diinginkan.

Usaha untuk menurunkan angka kecelakaan memang harus terus dilakukan. Selain memperbaiki kondisi jalan agar layak bagi pemudik, pengecekan kendaraan umum yang menjadi harapan orang-orang "kampung" itu harus dilaksanakan dengan sebenarnya. Bukan hanya kepada sopir, nyawa mereka "dititipkan" di kendaraan yang membawanya pulang ke tujuan masing-masing.

Mereka tentu tidak tahu-menahu apakah kendaraan yang ditumpangi laik jalan dan menjamin keselamatan. Mereka tentu tidak akan bertanya kepada penjual tiket, apakah kendaraan sudah menjalani servis berkala. Dan, mereka juga tidak akan bisa memilih kendaraan lain jika kondisi yang akan ditumpanginya tidak sesuai dengan ekspektasi. Mereka hanya bisa pasrah sembari tetap berdoa bisa sampai tujuan tanpa kendala.

Sebab, semua kewenangan sudah ada yang mengaturnya. Kemenhub yang harus memastikan kendaraan-kendaraan itu sesuai dengan standar yang diinginkan. Tidak ada kasus rem blong sehingga berujung kecelakaan beruntun dan jatuhnya korban jiwa.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, pemerintah memang harus memastikan siap untuk mudik menjelang Lebaran tahun ini. Jangan sampai jumlah moda transportasi tidak mencukupi sehingga pemudik terkatung-katung di terminal atau pelabuhan. Persoalan-persoalan yang terjadi pada arus mudik tahun lalu seperti insiden yang terjadi di pintu keluar tol Brebes atau yang dikenang brexit harus menjadi pembelajaran yang "haram" terulang.

Kelancaran harus menjadi menu utama yang disantap para pemudik, meski untuk itu, petugas di lapangan tidak tidur berhari-hari. Sebab, ukuran semuanya adalah nama baik pemerintah. Jika arus mudik kacau, maka Kemenhub dan pemerintah yang akan dicap amatiran.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun