Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Selain Kekerasan Fisik & Verbal, Kenali Kekerasan ini Pada Anak

22 Juni 2014   05:31 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:51 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi: groupsolus.wordpress.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="394" caption="(ilustrasi: groupsolus.wordpress.com)"][/caption] Ada kekerasan (violence) pada anak yang lain yang patut orangtua ketahui. Selain kekerasan fisik dan verbal, ada bentuk kekerasan lain yang saya anggap merusak. Dalam hal ini merusak tatanan indah perilaku sang anak dalam jangka waktu yang cukup lama. Anak akan menerapkan gaya marah orangtua saat marah. Baik dalam kekerasan fisik dan verbal, keduanya akan ditiru saat situasi dan kondisi serupa. Anak akan merekam dan me-mimikri apa yang telah orangtua lakukan, dalam hal ini kekerasan. Dan hal ini pun sungguh merugikan di masa datang. Dan, bentuk kekerasan berikut yang saya fahami, juga merugikan. Kekerasan panutan (role model violence) juga hal yang orangtua patut fahami. Ingat, anak akan meniru apa yang orangtua lakukan. Entah perilaku buruk atau baik, anak belum mampu memfilter. Yang mereka tahu adalah hal yang mereka lakukan menyedot perhatian, baik buruk atau baik. Dan kekerasan panutan ini, umumnya ditiru anak di jangka waktu ke depan. Entah di masa remaja atau masa mereka tua. Karena alam fikir yang sudah merekam tindak tanduk orangtua saat mereka kecil, bisa muncul saat anak dewasa. Atau istilah umumnya, 'Buah tidak akan pernah jatuh jauh dari pohonnya'. Kenali Kekerasan Panutan Kekerasan panutan ini terjadi baik secara sadar maupun tidak sadar. Semua dilakukan orangtua saat anak ada disekitar mereka. Orangtua tahu tindakannya tidaklah baik. Namun kadangpun orangtua mahfum karena situasi dan kondisi. Tindakan-tindakan ini dapat berupa kebiasaan yang orangtua anggap wajar, namun anorma atau menyalahi norma. Mungkin pula tindakan ini menjadi fenomena umum, tapi tidak baik. Sadar atau tidak sadar, orangtua harus selalu mengingat bahwa tindakan ini menjadi kekerasan panutan untuk anak. Pertama, kebiasaan merokok orangtua di sekitar orangtua. Orangtua yang dewasa dan berfikir sehat, tahu pasti merokok adalah kebiasaan buruk. Namun saat kebiasaan ini dilakukan di sekitar anak, hal ini menjadi kekerasan panutan. Selain dengan pasti merokok merusak kesehatan anak, hal lain juga terjadi. Anak akan melihat dan merekam dalam fikiran bawah sadar mereka. Bahwasanya merokok itu oke-oke saja, toh orangtua mereka merokok. Atau malah lebih buruk, mereka akan merokok saat memiliki kesempatan. Kedua, melanggar lalulintas saat anak turut dalam kendaraan. Hal ini pun saya anggap menjadi kekerasan panutan dari orangtua. Orangtua mungkin mahfum saat membelok langsung kanan dan mlipir (minggir-minggir, Jawa) melawan arus untuk menyebrang. Sedang anak mereka duduk di depan dan menyaksikan perilaku orangtuanya. Selain secara pasti membahayakan pengguna jalan lain. Kekerasan panutan terjadi dengan anak merekam gaya tidak tertib lalulintas dari orangtua mereka. Kalau orangtua mereka bisa, kenapa mereka tidak bisa. Faktanya, banyak anak-anak yang belum layak mengendarai kini berkeliaran di jalan. Selain ugal-ugalan dan sembrono, pengendara anak-anak ini juga membahayakan. Bisa saja mereka mencontoh gaya berkendara orangtua mereka dulu. Ketiga, kegiatan menyela antrian dan buru-buru saat anak mereka ada disekitar orangtua mereka. Mengantri memang menjemukan, tapi baiknya jangan mencontohkan kekerasan tauladan untuk anak. Mengantri di vendor fastfood, banyak orangtua tidak sabar. Menyela dan keburu-keburu mereka perbuat. Ada yang diam saja memperbolehkan, ada juga yang ngedumel. Jangan jadikan anak alasan orangtua menyela antrian makanan. Lapar dan haus itu wajar, namun saat hal ini merugikan orang lain. Orangtua sudah melakukan kekerasan panutan pada anaknya. Menyela dan terburu-buru adalah wajar. Mereka pun memahaminya dan merekamnya, untuk di lakukan di lain waktu. Dan contoh-contoh lain yang mungkin sadar atau tidak sadar, itulah kekerasan panutan. Sebuah pola asuh yang menjadikan anak memiliki sifat serupa orangtuanya. Kekerasan ini nantinya akan merugikan anak. Selain secara norma tidak wajar, anak pun akan cenderung mahfum. Karena orangtua mereka saja sudah melakukan, kenapa mereka tidak bisa? Kalau saya pernah melihat ayah merokok, kenapa saya tidak boleh merokok? Kalau ayah dulu menerobos lampu merah, kenapa saya tidak boleh? Pemahaman dengan pertanyaan diatas terjadi di alam bawah sadar anak. Terendap dalam dan bisa bangkit sewaktu-waktu pun dengan tidak sadar. Hanya membutuhkan sedikit pemicu (trigger) untuk memantiknya. Dan jadilah anak yang mencontoh kekerasan panutan dari orangtuanya. Individu yang sewajarnya baik, namun mengalami kekerasan panutan dari orangtua atau bahkan orang terdekat mereka. Jadi, bertindak wajar dan menjadi contoh baik bagi anak adalah wajib bagi orangtua. Bukan pula menjadikan orangtua melakukan hal buruk di belakang anak. Perbuatan atau tindakan jujur adalah cerminan diri dari apa yang ia lakukan sehari-hari. Saat tindakan baik dan jujur dilakukan setiap hari, mudah mengetahui jika ia berbohong. Dan, belum terlambat bagi orangtua mengubah kebiasaan buruk mereka. Masih ada waktu, asal ada kemauan dan kemampuan, pasti ada jalan. Orangtua mana yang mau melihat anaknya merokok serupa dirinya? Orangtua se-preman apapun tidak ingin anaknya ugal-ugalan di jalan seperti dirinya dahulu. Jadi, orangtua, saya, Anda dan kita semua, berjanjilah dengan diri untuk generasi yang kita impikan baik bersama. Salam, Solo, 21 Juni 2014 10:25 pm

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun