Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Saat Simpati Pemilih digiring SPG dari Caleg

11 Maret 2014   21:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:45 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(foto: independent.co.uk)

[caption id="" align="aligncenter" width="558" caption="(foto: independent.co.uk)"][/caption] Menggunakan SPG (Sales Promotion Girl) guna berkampanye para Caleg mulai getol dilakukan. Gadis manis nan seksi penjaja produk dan jasa yang biasa mejeng mentereng di stand Mal atau Pameran kini akan 'di-display' dalam kampanye Caleg. Kecantikan (dengan make-up), tubuh cenderug tinggi dan semampai kini menjadi amunisi (murahan) para Caleg. Menjual tampang untuk menarik simpati pemilih adalah wajar. Namun lumrahkah secara moral? Dalam ilmu (apalah yang mereka sebut) sebagai marketing pemajangan SPG adalah lumrah. Menjual mobil dengan memasang gadis seksi SPG menjadi axioma umum. Gadis cantik plus mobil merupakan komoditas media. Bahkan media otomotif, baik motor maupun mobil tak lepas dari memajang SPG dalam ajang promosinya. SPG cukup menebar booklet harga mobil atau cukup berpose seksi di depan sebuah mobil guna 'menarik', terutama mata lelaki. Dan buat wanita, menjadi sebuah pemandangan betapa artifisial sekali sebuah kecantikan. Di Jakarta, sebagian calon anggota legislatif (caleg) mensosialisasikan juga dirinya meng­guna­kan jasa SPG. Salah seorang caleg dari sebuah partai menggunakan jasa relawan dengan konsep sales promotion girl (SPG). Para perempuan cantik ini didandani dengan seksi kemudian disebar ke kompleks-kompleks perumahan untuk melakukandoor to doormenemui warga. Warga yang ditemui di warung, di jalan, atau di rumah diberi alat peraga kampanye seperti kartu nama dan poster caleg oleh para SPG itu. Menariknya lagi, caleg itu memberikan imbalan ke setiap SPG sebesar Rp 500.000/hari. (berita:tribunnews.com) Kecantikan; Delusi Penarik Simpati

"It is amazing how complete is the delusion that beauty is goodness." - Leo Tolstoy

Sebuah delusi atau khayalan yang hendak ditawarkan para Caleg dengan SPG cantik yang mereka sewa. Seperti mentamsilkan, cantiknya SPG Caleg, seperti cantiknya sumbangsih dan prestasi mereka. Walau tidak dapat digeneralisasi pernyataan bahwa Caleg akan bekerja minim prestasi. Namun, kencatikan yang dibawa ke dalam ranah pemerolehan simpati untuk memili adalah omong kosong. Sebuah unsur deregatoris dimana simpati untuk suara diperoleh dengan simpati mengumbar kecantikan yang palsu. Sebuah ide yang sangatmundane(dasar) untuk mengundang keinginan melihat dan memelototi kecantikan dan moleknya SPG demi simpati. Syahwat seperti ditonjolkan. Bukan ide kreatif dan membangun yang sejatinya dimiliki oleh seorang Caleg. Caleg yang harusnya lebih pintar dan cerdas. Baik secara akademin dengan title yang berjejer mengantri di depan atau belakang nama mereka. Namun tindakan mengundang keinginan syahwat pemilih (terutama) pria seperti menjadi pilihan paling picik merengkuh suara. Cara-cara yang tidak menggambarkan kecerdasan. Namun lebih kepada kepicikan. Saat ranah pemilihan suara dengan noraknya dijebloskan ke dalam ranah syahwat. Mau jadi apa negara ini Sebegitu murahkan (dan murahankah) sebuah surat suara dari kami para pemilih? Suara kami adalah suara yang mewakili kepasrahan yang sangat atas nasib kami di tangan kalian nanti wakil rakyat. Suara kami adalah sucinya fikir kami dalam mencoblos surat suara. Surat suara kami adalah masa depan bangsa dan generasi kami. Bukan hina dan rendah kami memilih karena teringat molek dan meliuknya SPG sang Caleg yang dulu pernah kami lihat. Betapa rendah pemikiran kami jika berfikir demikian. Betapa hina suara kami bagi kalian para Caleg. Menggadai surat suara yang kami berikan dengan imaji syahwat bukan menunjukkan betapa cerdas pemilih. Syahwat adalah dasar manusia untuk berinteraksi dengan lawan jenis untuk beregenerasi. Bukan untuk menjadi buah fikir dalam bersuara demi negara. Memang mudah dan sangat aktual syahwat menggiring kami (terutama pria) mengimaji semua yang terkait dengan wanita (SPG). Dan kejinya kalian menyiksa fikir kami demi surat suara. *) Artikel ini sempat ditayangkan disini. Namun dihilangkan admin tanpa keterangan yang pasti. Salam, Solo, 11 Maret 2014 10:03 am

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun