Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Praktik Politik Tarkam ala Prabowo

5 Agustus 2014   05:20 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:24 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="442" caption="(ilustrasi: thinkstockphotos.com)"][/caption] Pernah tentunya mendengar istilah tarkam? Istilah yang memiliki dua kata di dalamnya. Ya, dua kata itu adalah 'antar' dan 'kampung'. Istilah yang selalu tersemat dalam pertandingan olahraga. Seperti sepakbola tarkam atau bolavolly tarkam. Dan pertandingan seperti ini biasanya dihadiri banyak penduduk desa. Baik dari kubu home atau away. Semua tumpah ruah mendukung timnya. Kadang sampai gontok-gontokan. Siapa yang gertak lebih dulu dan keras, merekalah yang 'menang'. Kadang pun sampai berkelahi dan tawuran jika ada tim yang kalah. Sehingga, kata tarkam sendiri sekarang berkonotasi negatif. Tarkam adalah praktek mendukung bergaya rusuh. Dimana kuantitas massa dan gertakan menjadi titik beratnya. Dan ini terjadi dalam praktek politik Prabowo pada Pilpres ini. Masih segar dalam ingatan Prabowo yang hendak mengerahkan 19 ribu pendukungnya pada 22 Juli lalu. Namun, faktanya hanya gertakan semata. 19 orang yang dikoordinir oleh Said Iqbal dari KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia) ini hanya kibul-kibul belaka. Niatnya mengawal Rekapitulasi Nasional di KPU, malah ingin dikesankan menakut-nakuti. Karena tahu Prabowo sudah kalah QC dan hasil scan form C1 serta situs independen kawalpemilu.org, Prabowo mencoba menggertak lebih dahulu. Seolah, kalau Prabowo tidak menang maka di KPU akan ada kerusuhan. Praktek politik gaya tarkam yang pertama kali dilakukan oleh kubu Prabowo. Praktek politik tarkam ini pun berlanjut. Masih cetar membahana di fikiran kita soal koar-koar kubu Prabowo yang mau membawa 10 truk bukti kecurangan Pilpres. Salah satu advokat kubu Prabowo, Alamsyah dengan yakin akan membawa 10 truk barang bukti kecurangan. Katanya, bukti kecurangan ini berasal dari 52 ribu TPS. Faktanya, 10 truk diekstrak menjadi 3 bundel laporan 100-an halaman. Itupun banyak copas dan -katanya- typo. Sebuah kenisbian menggertak. Seolah hendak benar-benar meyakinkan publik tentang kecurangan. Yang terjadi malah pembohongan publik. Lebih nglantur lagi, barang bukti 10 truk tadi dicuri. Gertakan alias bluffing yang menjadi olok-olok di media sosial sekitar akhir Juli lalu. Lalu, ada gembar-gembor 2.000 pengacara yang siap mendampingi Prabowo ke MK. Tak lain, ribuan pengacara ini ingin mendampingi Prabowo menyelesaikan gugatan kecurang Pilpres yang didugakan. Menurut Habiburohkman, sudah ada 2.000 orang advokat dan paralegal yang tergabung dalam TPMP (Tim Pembela Merah Putih). Dan mereka berasal dari beragam daerah di Indonesia. Faktanya, gertakan 2.000 pengacara yang akan ke MK, diekstrak (kembali) menjadi 95 orang saja. Sebuah lelucon tarkam ala Prabowo yang seolah tidak ada habisnya. Dan memang belum habis sampai disini. Seolah tidak menyerah menggertak, 6 Agustus nanti ribuan pendukung Prabowo akan datang ke sidang sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK). Dikatakan Fadli Zon, ribuan relawan ini datang karena ingin mengawal langsung sidang sengketa tersebut. Dan ditegaskan olehnya, mereka tidak akan melakukan tindakan anarki. Sebuah pernyataan yang sulit dipercaya publik tentunya. Lagi-lagi kubu Prabowo mengesankan 'kekuatan' dengan kuantitas. Mengawal yang dimaksud lebih kepada mengancam. Bayangkan saja ribuan orang berkerumun di depan dan dalam MK? Satu lontaran provokasi saja, bisa luluh lantak gedung MK. Entah benar ribuan relawan ini akan datang atau tidak. Praktek politik tarkam terasa sekali di kubu Prabowo. Entah apa atau siapa yang menjadikan Prabowo tanpa taktik militeristik dalam Pilpres ini. Gaya-gaya praktek politik tarkam, terus saja dipraktekkan kubunya. Strong by numbers, bisa saja diterapkan di perang. Namun jika tidak taktis dan cerdas, jatuhnya terlihat seperti tawuran tarkam. Katanya kampung sebelah menyiapkan ribuan orang. Yang ada di lapangan, hanya beberapa gelintir plus pentolannya (pemimpin) saja. Katanya punya amunisi 'berbahaya'. Eh, ternyata cuma pake batu dan kayu. Pokoknya berani dan terus berantem. Apapun hasilnya atau senjatanya. Yang penting berkelahi. Gertak sana-sini dan mengancam kesana-kemari. Pokoknya biar terlihat sangar. Itu adalah tarkam. Dan sayang, sekarang sedang dilakukan kubu Prabowo. Salam, Solo 04 Agustus 2014 10:12 pm

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun