Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Menohok Akun Penebar Komen Kebencian di Kompasiana

25 Maret 2014   15:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:31 2937
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi: www.loupdargent.info)

[caption id="" align="aligncenter" width="443" caption="(ilustrasi: www.loupdargent.info)"][/caption] Sudah menjadi sebuah momok bagi Kompasiana jika banyak sekali akun-akun klonengan yang meawabah. Akun-akun tidak saja terus dibuat berulang kali. Akun seperti Aan Andriansyah yang selalu menjangkiti komen dengan seruan menolak dan cenderung memfitnah Jokowi. Atau ada beberapa akun orok (baru) dengan foto ABG cantik atau foto entah-siapa-mereka, yang hanya berkomen sarkastik dan tidak bermutu. Walau admin sudah sering sekali men-suspend akun-akun tersebut. Namun namanya dunia maya di media sosial, mereka pun akhirnya membuat akun-akun baru.  Atau memang ada cyber army dengan ratusan atau mungkin ribuan akun orok (baru) yang siap 'menyerang' artikel Kompasianer yang membahas topik tertentu. Seperti artikel saya dengan judul Batal Hadir di Kick Andy, SBY Bunuh Diri Citranya Sendiri? yang sempat menjadi Trending Article beberapa waktu yang lalu. Beberapa akun orok langsung berkerumun dan membuat komen yang rada membuat emosi. Sepertinya mereka tidak dengan jeli membaca artikel saya tersebut. Yang mereka tahu (akun-akun orok ini) hanyalah berkomen guna mengetes sejauh mana sang empunya artikel menjawab. Atau mencoba membuat opini lain. Karena semakin banyak komentar yang mereka buat. Mereka kira dapat mengalihkan isu dalam artikel yang saya buat. Karakteristik akun-akun orok (milik para cyber army) ini adalah, artikel = 0 (nol) dan komentar bisa puluhan atau ratusan.  Biasanya pun, tidak terverifikasi. Dan umumnya baru. Namun ada beberapa akun yang memang sudah cukup lama. Entah para cyber army membajak akun atau memang sengaja membuat akun dari jaman dulu. Namun terbukti, karakteristik minim artikel, foto akun ABG/sembarang orang, dan hanya berisi komentar saja, adalah ciri utama mereka. Solusi. Untuk para Admin Kompasiana terhormat, ada baiknya membuat solusi menohok akun-akun seperti ini seperti saran-saran saya berikut: Verifikasi Akun Dengan memverifikasi, akun yang ada memang menjadi valid dan sah. Valid karena yang membuat akun adalah satu orang dengan dasar scan kartu identitas yang diminta oleh Admin. Sah karena, akun tersebut dapat dipertanggung jawabkan isinya. Tidak semua akun belum terverifikasi adalah akun palsu atau klonengan. Ada perlunya admin meng-inbox puluhan ribu akun Kompasianer yang ada. Sulit memang. Namun saya yakin Admin yang telaten pasti bisa melakukannya. Atau setidak membuat bulk-message untuk dikirim ke email mereka. Mungkin suatu saat mereka buka. Posting Artikel Ada lagi saran saya yang kiranya baik untuk membatasi atau bahkan menohok akun-akun palsu dan orok yang ada. Yaitu, sebelum mereka dapat berkomentar, ada baiknya dibuatkan syarat. Syaratnya adalah membuat 1 s/d 3 artikel terlebih dahulu. Sehingga, terbukti nanti jika akun yang dibuat memang untuk menulis. Atau dalam falsafah Kompasiana sendiri, Connecting and Sharing. Bisa juga, Admin menutup atau mem-block kolom komentar akun baru tanpa artikel terlebih dahulu. Sebelum akun baru tersebut memposting dan disortir Admin sebagai artikel yang baik dan benar secara konten menurut S-K Kompasiana. 1 sampai 3 artikel saya kira cukup sebagai validitas kalau akun tersebut bermaksud menulis. Atau Admin mau lebih ketat lagi dengan syarat minimal 10 artikel. Monggo saja. Sebagai sebuah media jurnalisme warga, Kompasiana tentunya harus semakin baik dan akuntabel. Dan ingat, yang namanya jurnalisme, sebuah akun sejatinya mereportase atau membuat opini dari hasil buah fikir mereka. Jangan sampai hanya Kompasian menjadi tempat akun-akun orok dan palsu yang nyampah komentar. Saya fikir mereka (para cyber army) ini orang-orang cerdas. Hanya saja mereka ditunggani kepentingan oknum tertentu. Dan semua mungkin demi imbalan rupiah dan fasilitas yang mungkin didapat. Dan saya yakin, para cyber army penggiring opini dengan cuma berkomentar tahu ini semua salah. Namun hati-hati mereka sudah membatu dan tidak perduli. Asalkan dapur ngebul dan perut terisi. Perduli amat dengan mencaci penulis atau menyerang dengan kata kasar. Ke depan, Kompasiana akan selalu membuat pengaruhnya. Karena Kompasiana adalah gambaran kecil pemikiran dan keresahan warga negara Indonesia. Dan semua Kompasianer ingin, dengan dibaca dan didengar lewat artikel mereka, Indonesia untuk terus maju. Sehingga falsafah Sharing and Connecting untuk Indonesia Satu bisa terwujud. Salam, Solo, 25 Maret 2014 08:32 am

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun