Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Memahami Identitas Diri di Sosial Media

29 November 2016   18:59 Diperbarui: 27 Mei 2019   21:14 1219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Identity in Social Media - ilustrasi: fightingidentitycrimes.com

Anonimitas dalam sosial media menjadi interaksi yang cenderung negatif. Semua orang bisa bersembunyi dibalik nama, foto dan biografi hebat seseorang. Namun ujung-ujungnya, banyak yang tertipu akan satu akun. 

Dalam konteks tulisan ini, akun anonim dibuat untuk aktifitas yang tidak baik. Tetapi banyak pula akun anonim yang berdasar niat baik berbagi. 

Identitas menjadi penting bagi beberapa platform sosial media. Kita bisa lihat, di Twitter banyak akun artis, politisi, atau public figure yang terverfikasi dengan centang biru. 

Kabarnya, kita butuh nomor telpon yang paten, dan beberapa puluh (ratus) mention agar akun kita menjadi verified. Begitupun juga dengan Facebook yang menyematkan badge biru serupa Twitter. Instagram, Pinterest, Google+ pun kini menerapkan sistem verifikasi akun.

Begitupun di Kompasiana.  Akun kita jika sudah benar-benar terseleksi oleh Admin akan menjadi biru (Trusted). Mungkin badge Trusted ini menjadi tolok ukur kredibilitas tulisan dan validitas penulisnya. 

Akun Trusted di Kompasiana dijamin bukan akun tuyul, abal-abal, atau penggembira saat ada Pilkada semata. Namun tentunya, hal ini membawa dampak yang cukup diluar dugaan. Selengkapnya, baca tulisan saya Verifikasi Biru Akun Kompasiana adalah Sistem Kasta? 

Begitu pentingnya verifikasi ini menjadi nilai otentik informasi yang ada di dunia sosmed. Seperti yang kita tahu, sosmed adalah dunia komunikasi partisipatif abad 21. Platform ini berbasis users generated content. Tanpa users, sosmed bukan apa-apa.

Semua orang di sosmed berada dalam taraf sama dalam hal sharing and connecting. Asal memiliki akun sosmed, semua bisa ikut berpartisipasi. Dan hal ini menjadi bagian tak terlepas dari prinsip komunikasi manusia.

Demografi pengguna atau user sosmed dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama adalah primary participators. Kelompok ini adalah pembuat konten dan informasi yang ada di dunia maya dan sosmed. 

Lalu ada secondary participators yang biasanya mengkonsumsi informasi. Mereka juga tidak langsung berkontribusi informatif dengan men-tag, ranking, like, tweet, dll. Dan yang terakhir adalah lurkers. Kelompok ini hanya mengkonsumsi informasi. Lurkers atau pengintip ini jumlahnya melebihi dua kelompok lain.

Untuk primary dan secondary participators, mereka adalah generasi Y dan Z di abad 21 ini. Kedua generasi adalah mereka yang melek dunia teknologi digital. Mereka besar dan dibesarkan dengan teknologi sejak dini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun