Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mahasiswa dan Tugas Tabrak Lari

12 Desember 2014   22:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:25 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_382228" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi mahasiswa kuliah (Foto: Kompas.com)"][/caption] Datang pagi untuk mengajar pagi, tiba-tiba di meja saya ada tugas mahasiswa. Saya baca tugas yang dikumpulkan tadi. Tugas ini tugas minggu lalu. Waw! Kenapa baru kumpul sekarang tugas ini. Kok, tiba-tiba baru dikumpul sekarang? Padahal saya sudah merekap nilai tugas minggu lalu ini. Bukan sekali saja saya mendapati tugas mahasiswa yang ujug-ujug (tiba-tiba, Jawa) ada di meja saya. Beberapa kali sudah saya dapat. Bukan saja lewat tugas fisik, kadang tugas lewat email pun demikian. Batas waktu pengumpulan sudah selesai. Ada saja yang nekat meng-email tugasnya. Berharap bisa mendapat nilai mungkin. Dan seperti biasa, saya cuekin saja tugas telat ini.

(ilustrasi: 9gag.com)
(ilustrasi: 9gag.com)
(ilustrasi: 9gag.com)Tugas ini serupa tugas 'tabrak lari'. Tiba-tiba datang dan mengumpulkan tugas di meja atau lewat email. Tanpa ada permisi atau sekadar matur (basa-basi, Jawa), mahasiswa nekat saja. Berharap mendapat nilai dari tugasnya yang telat dikumpulkan. Walau setiap tugas selalu saya beri deadline. Tugas tabrak lari ini nyelonong saja dikumpulkan. Dan setelah itu, tak ada penjelasan lebih lanjut dari mahasiswa bersangkutan. Bukan saya yang menjadi korban tugas tabrak lari ini. Tapi mahasiswa sendiri. Antara menyepelekan dan untung-untungan saja agar bisa dinilai. Fenomena tugas tabrak lari menyiratkan beberapa hal. 1. Menyepelekan, awal kegagalan mahasiswa Sebuah fenomena yang sempat saya tulis secara khusus di artikel saya Menyepelekan Gerbang Awal Kegagalan Mahasiswa. Namun, menyepelakan tugas ini terkait pada rasa haus akan ilmu yang minim. Saya yakin, jika mahasiswa mencintai ilmu atau jurusan yang diambilnya. Tugas bukanlah menjadi masalah pelik. Tugas adalah pengkondisian mahasiswa untuk terus suka akan ilmunya. Mungkin banyak yang lupa akan satu materi saat beranjak keluar dari kelas. Atau bahkan materi masuk kuping kanan, keluar kuping kiri. Pemberian tugas, buat saya pribadi, adalah pengkondisian mahasiswa untuk terus terekspos atau terpapar ilmu yang sedang mereka gelitu. Atau seperti istilah 'Semakin kenal maka semakin sayang'. Entah karena malas atau tidak senang akan ilmu atau Jurusan yang diambilnya. Mahasiswa biasanya merasa tugas dari dosen adalah beban. Ada yang dengan berusaha sekuat tenaga belajar dan mencoba mengenali ilmu yang ditekuninya. Ada pula yang menyerah dan ogah-ogahan. Muncullah fenomena tugas tabrak lari ini. Pokoknya mengerjakan dan mengumpulkan walau telat. Walau tahu tidak akan dinilai oleh saya. Kadang mereka yang mengumpulkan tugas tabrak lari ini protes. Kok nilai harian jelek. Jadi nilai akhir jeblok. Saya tunjukkan saja rekap nilai saya. Dan menunjukkan tugas mana yang telat. Baru setelah itu mereka mengaku salah. 2. Minimnya jiwa besar mahasiswa Mungkin ini hasil didikan di rumah atau di sekolah dulu. Mahasiswa tidak berani mengakui kesalahannya. Dengan kata lain, tidak berjiwa besar. Tidak mau menghadap atau menghubungi saya untuk mengumpulkan tugasnya yang sudah telat. Bahkan untuk SMS atau lewat Sosmed untuk meminta maaf atas keterlambatan. Pokoknya, tugas ditinggal di meja. Lalu mahasiswanya ngacir entah kemana. Walau saya tahu mahasiswa yang mengumpulkan tugas tabrak lari ini di kelas. Tapi toh di kelas, ia diam saja. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Ya setidaknya meminta maaf atau mengakui telatnya tugas yang dikumpul akan lebih baik kesannya. Dan mungkin saja, ada penilaian normatif yang saya buat. Walau ada memang mahasiswa yang mengumpulkan tugas telatnya dan meminta maaf pada saya. Biasanya mahasiswa yang sakit, ijin ada keperluan sehingga tidak bisa ikut kelas. Lalu tahu ada tugas, dan mengumpulkan tugasnya. Biasanya mahasiswa seperti mau menghadap dan memberikan surat keterangan sakit atau bertemu untuk meminta tugas pengganti. Karena kadang tugasnya tentu berbeda dengan tugas yang sudah terkumpul. Sedang yang mengumpulkan tugas tabrak lari, tidak sama sekali menghadap atau menghubungi saya. Lebih memilih ngumpet menjadi pengecut dan seolah tidak terjadi apa-apa. Ada baiknya memang, menjadi mahasiswa adalah menjadi individu dewasa yang bertanggung jawab. Tentunya mahasiswa tergolong dewasa secara usia. Namun kadang, tindak-tanduknya seolah mengubur dalam-dalam kedewasaan bertindak mereka. Mau perduli akan ilmu yan dipelajarinya adalah tanggung jawab. Mau berjiwa besar dan mau mengakui kesalahan karena tugas telatnya. Jarang saya temui di mahasiswa. Model tugas tabrak lari tanpa ada yang mau bertanggung jawab pun banyak saya temui. Ingat, dosen juga manusia. Pasti ada sisi humanis sebagai orangtua yang peduli anaknya. Menghubungi atau sekadar bertemu untuk menyerahkan tugas yang telat tidak ada salahnya di lakukan. Setidaknya ada usaha untuk memperbaiki kesalahan. Atau malah mau meminta maaf atas tugas yang telat dikumpulkan. Nilainya ada atau tidak itu hal nomor kesekian. Namun pribadi dan cara berfikiran dewasa yang akan dinilai. Itu baru yang namanya mahasiswa. Salam, Solo, 12 Desember 2014 03:29 pm

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun