Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Kompasianer dan Tantangannya (ke Depan)

25 November 2014   06:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:55 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1416879529875777150

[caption id="attachment_377950" align="aligncenter" width="510" caption="(ilustrasi: gettyimages.com)"][/caption]

Meriah dan megahnya Kompasianival 2014 yang baru saja berlangsung, tentu menggembirakan. Baik untuk pengelola Kompasiana dan para Kompasianer. Baik Kompasianer yang datang dan dapat Kopdar atau yang menerima penghargaan. Sekadar bertemu Kompasianer yang mungkin hanya dikenal lewat tulisannya menyenangkan. Dapat bertemu dan bertukar ekspresi langsung, tentu beda rasanya. Bagi yang pertama kali, mungkin agak clingak-clinguk di lokasi. Namun, bagi yang sudah sering Kopdar adalah media berbagi pengalaman dan nongkrong. Saya pun pernah merasakan hal ini, Kompasiana Nangkring Bareng Bukan Untuk Akun Abal-Abal.

Di usianya yang ke-6, Kompasiana makin disesaki banyak penulis yang ingin bergabung. Nama besar Kompasiana, kini seolah menjadi sosok mandiri. Terlepas dari mogul media Kompas-Gramedia Group. Indikasi semakin disorotnya Kompasiana sebagai media citizen journalism 'mandiri' bisa terlihat dari jumlah iklan. Lihat saja di kiri-kanan, bawah-atas, dan bahkan di tengah-tengah tulisan banyak sekali kolom iklan. Belum lagi, menjelang Kompasianival, ada bermacam produk dan jasa yang membuat lomba blogging. Setelah Kompasianival, beberapa lomba blogging dari produk dan jasa pun menjamur di Kompasiana. Hal ini menunjukkan, betapa Kompasiana dengan Kompasianer benar-benar memiliki 'taring' di dunia media.

Kompasianer, baik baru atau senior (atau apa pun sebutannya) tentu senang akan hal ini. Sayangnya, serupa hukum 'evolusi', beberapa Kompasianer memang terkena seleksi alam. Ada yang menyerah saat mereka banyak memunculkan tulisan. Ada pula yang kokoh dan tahan banting di tengah padat dan bisingnya Kompasianer. Tentunya, Kompasianer datang dari beragam pendidikan dan latar belakang. Mereka datang dengan pemikiran, gaya tulisan dan pribadi yang berbeda-beda. Mungkin ada Kompasianer yang tersingkir dari ranah menulis karena dikomentari nyinyir. Kompasianer harus paham benar berita aktual dan iklim artikel di Kompasiana. Artikel saya yang membahas hal ini, Menilik Iklim Artikel di Kompasiana.

Ada yang memang datang dengan misi. Seperti saat Pilpres atau Pilkada. Kompasianer ini datang dengan hanya menggiring opini. Baik lewat tulisan atau komentar yang nyinyir. Untungnya, Admin dan moderator Kompasiana bertindak cepat dengan meminta verifikasi. Tanpa centang hijau, bukan berarti Kompasianer itu abal-abal. Namun banyak yang menunggu 'antrian'. Dengan meng-upload scan KTP dan 'di-ok' Admin, Kompasianer baru bisa mendapat verifikasi hijau, tingkat pertama. Karena Admin mungkin tidak mau lagi akun suspend atau melihat pengaduan akan satu akun yang cenderung 'brutal'. Artikel saya yang terkait Menohok Akun Penebar Kebencian di Kompasiana.

Lalu Kompasianer bisa mendapat verifikasi biru. Di mana penulis atau Kompasianer mendapat verifikasi biru. Sebuah sistem yang mencoba mengapresiasi Kompasianer. Gaya tulisan dan ranah ilmunya, dianggap Admin khas atau melekat pada satu Kompasianer.  Namun pada satu sisi, verifikasi biru 'katanya' adalah sistem 'kasta'. Artikel saya yang membahas hal ini Verifikasi Biru Akun Kompasiana Adalah Sistem Kasta?

Selain kudu aktual dan tahan banting, Kompasianer juga harus kritis dan berpikir out-of-the box. Memahami berita dari sisi media mainstream tentunya tidak menjadi patokan 'fakta'. Media besar yang kini cenderung menjadi media partisan, tentunya membuat pihak berselisih saling curiga. Plintar-plintir berita antarmedia pro atau kontra satu tokoh, organisasi, atau pejabat akan pula menjadi hal yang dituliskan Kompasianer. Sudut pandang warga biasa ala Kompasianer, adalah yang umum ditulis. Namun, kadang lagi-lagi banyak yang kadang termakan isu plintar-plintir malah menjadi bumerang yang fatal. Artikel saya yang terkait Ctrl+W atau Submit, Be Wise

Kompasianer pun, dengan menjadi kritis pun sejatinya berpikir out-of the box. Dengan kata lain menyoroti isu yang ada dengan sudut pandang ranah ilmu atau keahliannya. Beberapa menulis puisi atas isu-isu aktual sosial, politik maupun budaya. Puisi dengan padatnya makna dalam kesederhanaan kata, menjadikan tulisan ini aktual sekaligus out-of the box. Ada pula yang seolah mengaitkan isu aktual dengan cerita 'khayalannya' yang seolah nyata. Dan beragam isu-isu yang memang menarik jika disoroti dengan ranah ilmu atau interest-nya masing-masing. Artikel yang terkait hal ini Parpol, Caleg dan Kitsch, Sebuah Pandangan Post-Modernisme.

Walau secara teknis IT, banyak yang mengeluh atas Kompasiana (Artikel saya Kompasiana Sakit, Kenapa Admin (Kayanya) Diam). Namun konten dan 'taring' Kompasiana masih akan bertahan diterpa jaman ke depan. Di tangan Kompasianer-lah kredibilitas Kompasiana digenggam. Sebagai blog yang benar keroyokan, Kompasiana berdiri pada sesuatu yang rapuh. Seolah menengok peribahasa Bersatu Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh.

Kompasianer terkait satu sama lain dengan satu ruh yang pengelola Kompasiana dengungkan, yaitu Sharing and Connecting. Sebuah faham yang kembali terasa axioma Jawa-nya Mangan Ora Mangan Asal Ngumpul. Dan Kompasianer yang tidak Kompasianis, mereka akan teralienasi. Artikel saya yang membahas hal ini Kompasianer yang Tidak Kompasianis.

Salam,

Solo, 24 November 2014

11:43 pm

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun