Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Gagap Harga di Australia

21 Juli 2016   14:34 Diperbarui: 21 Juli 2016   16:03 729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Less Money - ilustrasi: keyword-suggestions.com

Datang dan tinggal untuk beberapa lama di negeri asing awalnya memang sulit. Semua hal harus bisa kita adaptasi. Mulai dari yang keci seperti menyebrang jalan. Sampai menyesuaikan budaya berkomunikasi, harus bisa dicerna dengan baik. Kalau bisa dipelajari dengan cepat. Dan tentu yang signifikan terasa adalah menyangkut keuangan.

Karena saya tinggal di Indonesia dengan mata uang Rupiah, pergi ke Australia berarti terjadi penurunan nilai Rupiah. Untuk satu dollar Australia, ditukar dengan Rp. 10.000 sekian. Banyak jumlahnya menurut saya. Karena saya sudah tinggal sejak lahir di Indonesia. Dan akhirnya ukuran uang yang sama punya akan selalu dibandingkan dengan mata uang Australia.

Sebagai contoh ketika saya membeli sebotol air minum 660 ml seharga AUD 1,5. Pikiran saya langsung tergagap mengubahnya menjadi Rupiah. Sehingga harganya akan sebanding kira-kira IDR 10,500. Lalu pikiran akan melayang membayangkan botol air sejenis dengan volume sama dengan harga tidak lebih dari IDR 2,500-3,000. Saya bisa membeli 5 botol di sana dengan AUD 1,5, sedang Australia saya hanya dapat 1 botol.

Pun hal ini akan terjadi di hampir semua barang yang saya lihat dijual baik di minimarket atau toko besar. Dengan kawan-kawan Indonesia pun akan terlontar obrolan yang serupa ketika melihat harga dengan analogi mata uang sendiri. Walau baiknya, hal ini membuat kita makin berhemat dan bisa berhitung pengeluaran.

Walau pada satu sisi, bagi warga negara Australia harga-harga yang ada wajar adanya. Serupa pikiran saya sebagai warga negara Indonesia di negeri sendiri. Ada harga yang mahal dengan kualitas barang yang juga baik. Ada pula yang murah dengan kualitas yang mungkin dipertanyakan.

Istilah orang Jawa mungkin ono rupo ono rego. Namun jika dipandang dari perspektif orang asing seperti saya, mata uang Rupiah serasa kurang dalam semua hal. Saat Rp. 500,000 saya sudah bisa banyak berbelanja di supermarket. Jika dikonversi ke mata uang Australia, maka AUD $ 35 serasa belum belanja terlalu banyak.

Memang Rupiah terdeflasi banyak dengan mata uang lain. Sehingga wajar jika saya sebagai pendatang agak terkejut melihat semua harga. Seolah mata dan pikiran memiliki scan harga tersendiri saat melihat barang-barang yang dijual. Walau hal ini membuat saya harus semakin berhemat dalam membelanjakan uang bulanan.

Wajarkah saya terus membandingkan harga di sini dengan Indonesia? Saya kira mungkin wajar. Apalagi saya juga baru datang. Lagi pula saya bukan orang yang banyak uang yang dengan mudah berbelanja tanpa melihat diskon atau potongan harga. Namun seharusnya saya pikir hal ini juga harus saya anggap maklum.

Karena semakin saya membandingkan, kadang semakin tidak masuk akal harga suatu barang. Sekiranya saya, atau Anda yang akan tinggal di negara asing harus segera menyesuaikan ‘scan harga’ dalam pikiran. Ada kok barang-barang di sini yang saya pikir bagus dan dengan harga yang sesuai. Dan beberapa yang saya tahu malah lebih mahal di Indonesia daripada di sini.

Saya pun masih mencoba belajar menyesuaikan pikiran dengan uang yang saya keluarkan. Saya tahu di sini standar hidup tentunya lebih mahal. Dan saya pun harus menyesuaikan. Namun tentu dengan keuntungan, standar hidup saya bisa membuat saya lebih berhemat di sini. Menyesuaikan standar hidup saya seutuhnya seperti orang Australia tentu akan membuat saya tidak bisa berhemat. 

Walau uang bulanan yang diberikan mungkin sesuai standar hidup di kota yang saya tinggali. Namun alangkah baiknya jika saya bisa berhemat. Dan dengan berhemat bukan berarti sangat irit dan mengacuhkan kesehatan sendiri. Namun tetap sehat dan bugar pun dengan standar kesehatan saya di Indonesia.

Salam,

Wollongong, 21 Juli 2016

05:34 pm

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun