Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fenomena Bus Ugalan-Ugalan yang Membahayakan di Jalan Raya

27 Desember 2014   22:30 Diperbarui: 23 Maret 2016   12:07 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="530" caption="(foto: timlo.net)"][/caption]

Tidak bus AKAP (Antar Kota Antar Propinsi) atau AKDP (Antar Kota Dalam Propinsi) serta bus Kota, fenomena balapan ini menjadi kelumrahan yang menakutkan. Lumrah karena ada anggapan kalau bis ngebut berarti ngejar setoran. Ada pula yang oke-oke saja karena cepat sampai tujuan. Namun, banyak pula yang deg-deg plas dengan gaya membalap para supir bus. Walau jumlah kecelakaan bis yang minim. Namun dari kemungkinan celaka pasti bisa diperhitungkan. Belum lagi bus-bus yang balapan lalu memakan korban. Apakah itu belum cukup bagi sopir dan kernet untuk bisa lebih hati-hati saat mengendarai bus beserta penumpangnya.

"Sopir kebut-kebutan. Dari Ciputat pertama di depan dulu, cuma pas kira-kira sampai Kampus UIN ada mobil bus kedua di belakang langsung menyalip, lalu disalip lagi. Saya takut, saya duduk di nomor dua dari depan, saya enggak mau liat ke depan. Saya cuma berdoa aja," kata Widiarti (51), seorang penumpang yang selamat kepada detikcom, Jumat (26/12/2014). (berita: detik.com)

Ngejar Setoran, Rebutan Poin, dan Adu Gengsi

Bus yang ngebut dan kadang sampai ugal-ugalan dikendalikan beberapa aspek. Yang pertama adalah mengjar setoran. Baik bus AKAP, AKDP, atau bus Kota tentu ditargetkan jumlah setoran yang harus di dapat satu hari. Baik oleh perusahaan otobus, maupun individual. Dan karena persaingan antar bus ketat, apalagi dengan jurusan atau trayek sama, kejar setoran pun harus sigap dan tangkas dilakukan. Tentunya, kejar setoran ini berimbas dari banyaknya poin atau penumpang yang naik dan turun. Semakin banyak, tentunya semakin targer setoran tercapai. Kalau penumpang jarang, bisa-bisa tombok kocek pribadi untuk bensin dan makan.

Belum lagi pungli liar dari para timer di jalan raya. Entah mereka oknum atau petugas resmi dari perusahaan otobus tertentu. Mereka biasanya akan memberi informasi pada tempat-tempat tertentu. Tempat yang biasanya penumpang menunggu. Dan ini bukan di terminal, seperti perempatan, lampu merah, atau landmark tertentu. Ditambah, orang semakin memilih kendaraan pribadi, baik roda dua atau roda empat. Kejar setoran dan rebutan poin menjadi fenomena maklum di jalan. Dan kadang berujung ugal-ugalan dan memakan korban.

Sering saya diceritakan bus AKAP Jogja-Solo yang berebut poin dengan bus AKAP Surabaya-Jogja. Kebetulan bus AKAP Surabaya-Jogja melintas via Solo. Sehingga, kadang penumpang lebih memilih bus ini daripada yang benar trayeknya, Jogja-Solo. Pernah ada kabar kalau supir dan kernet bus AKAP Surabaya-Jogja babak belur dijotosi supir dan kernet bus AKAP Jogja-Solo. Semua karena rebutan poin atau penumpang. Dan dasarnya semua karena demi kejar setoran. Akhirnya, kini bus AKAP Surabaya-Jogja hanya menaikkan penumpang yang ke Jogja dari Terminal bus Tirtonadi saja. Mereka tidak mau ambil resiko menaikkan penumpang dari Solo menuju Jogja di jalan raya. Kadang para timer atau orang-orang yang memberi kabar bus apa yang sudah lewat, memberi informasi. Mereka bisa tahu penumpang yang kadung (terlanjur, Jawa) naik bus AKAP dengan trayek yang bukan pada lajurnya.

Dan yang lebih aneh lagi adalah alasan gengsi antar bus. Gengsi ini terjadi kadang antar bus AKAP dengan trayek yang sama, atau bus Kota macam Metromini. Entah karena memang dendam atau karena sudah menjadi prinsip masing-masing kelompok supir bus, ada persaingan tidak tertulis antar mereka. Seperti pengalaman saya menaiki bus AKAP Solo-Semarang, namun busnya Patas AC. Bus ini biasanya akan bersaing dengan bus AKAP Solo-Semarang yang bus Ekonomi atau non-AC. Bila sudah saling bertemu, mereka akan tancap gas dan saling mendahului. Supir bus dan kernet pun akan saling berseloroh mereka yang paling hebat jika bisa membalap satu bus. Lalu kadang, mereka saling membunyikan klakson sambil saling ejek. Kadan pula sampai hampir saling serempet atau menempuh lajur kiri yang tidak beraspal.

Diduga, kecelakaan ini, disebabkan aksi ugal-ugalan sopir bus yang melajukan kemudi bus dengan kecepatan di atas rata-rata. Selain itu, berjalan zig zag karena berusaha mendahului semua kendaraan di depannya.

Dalam kecelakaan maut di jalur tengkorak JL Raya Ngawi - Solo, dinyatakan seorang penumpang tewas dan belasan lainnya mengalami luka-luka dirawat di RSUD dr Soeroto dan RSU dr Widodo, Kabupaten Ngawi (3/5/2014).(berita: tribunnews.surabaya.com)

Ngebut Boleh, Tapi Tidak di Jalan Raya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun