Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Di Kompasiana, Masih Banyak yang Senang Sama yang 'Telanjang'

11 Agustus 2014   07:19 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:52 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hal kecil yang kadang luput dari perhatian. Entah ada yang sadar atau tidak, Kompasianer masih senang dan gandrung dengan yang 'telanjang'. Karena dengan telanjang itu menunjukkan apa yang ingin ditunjukkan. Karena dengan telanjang, tidak ada jebakan-jebakan yang disangkakan. Karena juga, dengan telanjang Kompasianer bisa melihat kalau ada kesamaan. Dan semua yang 'telanjang' masih menjadi primadona di Kompasiana. Bukan yang 'telanjang' dengan konotasi fisik manusia. Namun 'telanjang' terkait dengan link atau tautan atau hyperlink para Kompasianer. Ada yang menyebut link ini titipan, lapak, atau barang dagangan. Dan banyak Kompasianer, bahkan saya tetap suka dengan link telanjang. Jarang yang menitipkan link shortener dengan goo.gl. Atau dengan teknik menyusupkan dengan tag html. Tag ini memang butuh kejelian tersendiri untuk di sisipkan di link komentar kita. [caption id="" align="aligncenter" width="403" caption="(Screenshot: Link Telanjang ala Kompasianer)"][/caption] Beberapa screenshot komentar beberapa Kompasianer dengan link telanjangnya. Mungkin Anda yang membaca dan kebetulan Kompasianer sering menitipkan lapaknya dengan cara ini. Sudah seperti menjadi hidden norm, kalau mau titip lapak, maka ada ijin atau sekadar berkomentar. Agak risih jika ada Kompasianer yang hanya sekadar nitip tanpa mengetik komentar apapun. Saya pun sering dan lebih memilih link telanjang ini. Selain praktis dan mudah dalam menyelipkannya. Ada beberapa hal juga yang bisa difahami.

  1. Dengan link 'telanjang' maka link dari artikel atau berita yang ingin disampaikan benar adanya. Sehingga penulis artikel atau Kompasianer lain bisa langsung klik untuk menengok artikel. Apalagi jika titipan link tadi dari Kompasianer terkenal.
  2. Dengan link 'telanjang' maka link aman dari jebmen alias Jebakan Batman. Coba disingkat dengan link shortener atau iklan, maka sulit terlihat link sesungguhnya. Apakah yang berkomentar ingin kita melihat blog-nya, dagangannya, atau malah lebih berbahaya, ada malware yang diselipkan?
  3. Dengan link 'telanjang', ada ikatan kebersamaan antar Kompasianer. Yaitu, yang berkomentar sesama Kompasianer. Atau, memang Kompasianer yang titip lapak, hendak menitipkan artikel balasan pada empunya artikel. Dan Kompasianer lain bisa membandingkan dan melihat 'duel' intelektualitas yang terjadi.

Dan, silahkan menitipkan link telanjang di artikel saya. Mudah-mudahan bisa saya kunjungi. Salam, Solo 11 Agustus 2014 00:05 am

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun