Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Media Sosial Masih Dikerumuni Kampanye Politik?

15 Mei 2023   23:38 Diperbarui: 15 Mei 2023   23:39 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Domino oleh Miguel . Padrin (pexels.com)

Media sosial masih menjadi medium populer untuk kampanye politik jelang Pemilu. Barrack Obama melihat potensi ini ketika berkampanye di tahun 2008. Untuk kemudian Trump pun all out dalam melakukan kampanye di medsos 2019. Diperkirakan Trump menghabiskan 20 juta USD untuk iklan kampanye berbayar di medsos.

Biaya Trump di atas masih cukup murah. Karena dengan medsos, kampanye politik bahkan bisa dibilang sangat irit. Di penelitian ini menyebut kampanye politik masih sangat murah dan efisien. Dimana kandidat dapat memberikan eksposur ke calon pemilih dengan biaya tidak mahal dan minim kendala atau halangan.

Hampir di semua negara, kampanye politik jelang Pemilu masih menjadi prioritas. Walau dengan efek negatif yang juga cukup mengkhawatirkan publik. Beberapa kandidat Presiden pun nyatanya bisa menang karena kampanye di medsos. Ada beberapa alasan mengapa berkampanye politik di medsos masih populer. 

Pertama, medsos memiliki jangkauan sangat luas. Medsos mampu menjangkau berbagai kalangan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Medsos juga memungkinkan para kandidat dalam Pemilu untuk berinteraksi langsung dengan para pemilih. Publik bisa langsung bertanya terkait aspirasi mereka. 

Kedua, media sosial memberikan ruang bagi para kandidat politik untuk menampilkan program, visi, dan misi mereka secara lebih inovatif dan edukatif. Medsos bisa dimanfaatkan mereka untuk menyampaikan pesan positif untuk mengedukasi publik tentang pentingnya berpartisipasi dalam Pemilu. 

Ketiga, medsos masih menjadi media yang murah dan efisien untuk kampanye politik. Dibandingkan media konvensional seperti televisi, radio, atau koran, medsos minim biaya besar. Kampanye pun dapat diakses kapan saja dan di mana saja. Medsos pun menghemat waktu dan tenaga para kandidat untuk bertemu langsung dengan banyak orang.

Walau kini platform medsos lebih ketat mengatur konten kampanye di medsos. Facebook dan Instagram meminta posting kampanye diberikan keterangan lebih detail. Twitter mewajibkan konten kampanye bebas hoaks dan hukum berlaku. TikTok melarang influencer berbayar memposting kampanye politik.

Aturan di atas jelas adalah dampak dari kampanye politik sejak 2017 di medsos yang liar. Walaupun demikian, tim kampanye politik memang bisa mengakali aturan platform medsos. Namun tetap, medsos masih menjadi medium populer untuk kampanye politik jelang Pemilu karena keunggulan dan manfaat bagi kandidat dan para pemilih. 

Jelang Pemilu 2024, kampanye politik di medsos menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pilihan dan opini publik. Oleh karena itu, publik perlu mempersiapkan diri. Tujuannya jelas agar publik tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang tidak akurat, menyesatkan, atau provokatif. 

Karena pengalaman Pemilu 2019 lalu jelas telah memberi publik pelajaran berharga. Namun sebagai pengingat kembali, berikut adalah beberapa hal yang perlu dilakukan publik jelang kampanye politik 2024 di medsos:

  • Menyaring informasi di medsos dengan kritis. Netizen sebaiknya selalu memeriksa sumber, tanggal, dan konteks informasi yang diterima. Jika tersirat keraguan informasi yang didapat atau trending, urungkan tidak langsung share atau comment. Hati-hati terhadap informasi sensasional, mengandung ujaran kebencian, atau menyerang pribadi calon.
  • Mencari informasi dari berbagai sumber yang kredibel. Netizen jangan mengandalkan satu sumber informasi. Apalagi jika sumber tersebut berasal dari akun anonim, bot, atau buzzer. Netizen harus mencari informasi dari sumber terpercaya atau sumber yang berasal dari pihak oposisi.
  • Menjaga netiket dalam berkomunikasi. Netizen sebaiknya menghormati perbedaan pendapat dan pandangan politik yang ada di medsos. Hindari adu argumen yang tidak produktif, apalagi saat muncul ejekan atau hinaan. Sampaikan pendapat dengan santun, berdasarkan fakta dan data, dan bersedia mendengarkan opini orang lain.
  • Menjaga kesehatan mental dan fisik. Netizen harus paham bahwa kampanye politik di medsos bisa menimbulkan stres, kecemasan, atau emosi negatif lainnya. Aturlah waktu dan frekuensi mengakses medsos agar tidak terlalu intens terpapar oleh informasi politik berlebihan. 
  • Mengikuti akun cek fakta dan otoritas Pemilu. Netizen mem-follow akun cek fakta agar lebih mudah mencari informasi benar. Selain itu, netizen bisa mengadukan juga jika ada hoaks terkait Pemilu yang ditemui. Dengan mengikuti akun seperti KPU atau Bawaslu pusat dan daerah, informasi valid bisa juga didapatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun