Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ini 4 Alasan Pejabat Flexing Hedon di Media Sosial

10 Maret 2023   15:06 Diperbarui: 11 Maret 2023   14:20 1274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ferrari oleh David Iglesias/pexels.com

Ada pelajaran spesifik dari kasus mantan pejabat Kemenkeu, Rafael A.T. Flexing atau pamer gaya hidup hedonisme di medsos miliknya jelas tidak sepadan gaji dan jabatan yang disandang. Tidak berhenti di RAT, netizen kini gaduh dan sibuk menelusur pejabat ASN yang sering flexing ke-hedonannya di medsos. 

Kata flexing awalnya umum digunakan dalam ranah olahraga binaraga. Di mana para atlit binaraga akan flexing hasil latihan, diet, dan strategi program untuk menghasilkan otot, badan, dan jiwa yang sehat. Namun kini diadaptasi menjadi bahasa slang untuk mengacu pada pamer harta, skill, dan achivement.

Flexing atau pamer jelas telah lama dilakukan banyak orang. Medsos sebagai media dengan jangkuan luas, real-time, dan jejaknya abadi, menaikkan level flexing itu sendiri. Belajar dari kasus pejabat yang flexing hartanya, jelas ada motivasi atau alasannya. Setidaknya ada 4 alasan mengapa para pejabat flexing.

Pertama, alasan attention-seeking atau mencari perhatian. 

Medsos diciptakan, salah satunya untuk mencari perhatian netizen. Setidaknya dari alasan ini, ada 2 tujuan yang ingin diraih. 

Yang pertama adalah pengakuan, bahwa ia lebih baik, kaya, dan terhormat. Dan berikutnya adalah mencari interaksi semu seperti social gesture (comment, like, dan share). 

Baik pengakuan dan social gesture, perlu dijaga dengan konstan. Jika satu kali saja postingan tidak menyiratkan kedua elemen ini, jatuh sudah harga diri. Sehingga dari waktu ke waktu dan posting ke posting, perlu terus flexing. Baik dalam bentuk materi ataupun tindakan yang menunjukkan dirinya seperti pejabat terhormat dan kaya raya.

Kedua, alasan circle pressure atau tekanan lingkar pertemanan. 

Para pejabat hedon tentu akan berkawan dan menjalin jejaring dengan pejabat tinggi dan para crazy rich. Antar sesama mereka pun akan saling follow untuk menjaga perkawanan, bisnis atau hobi. Postingan medsos pun harus mendukung gaya hidup dan selera lingkar pertemanan macam ini.

Motif pengakuan menjadi alasan flexing agar bisa terus dianggap anggota circle macam ini. Posting anggota circle ini bisa jadi memamerkan barang branded, rumah mewah, mobil mahal atau jalan-jalan ke luar negeri. Baik itu secara vulgar atau subtil dari diri sendiri atau anggota keluarganya.

Ketiga, alasan motivational atau memotivasi. 

Mungkin cukup naif, namun flexing hedon pejabat bisa jadi untuk memotivasi. Walau salah kaprah dipahami, mereka menganggap hasil pekerjaan kotornya dianggap jerih payah mencapai sukses. Maka tujuan pamer harta dan gaya hidup hedon diharap memotivasi netizen agar sukses seperti mereka. 

Mungkin benar ada netizen yang termotivasi untuk menjadi sukses dan kaya raya seperti mereka. Karena dalam tampilan flexing ini dikemas sedemikian rupa menjadi seolah kesuksesan. Disamarkan juga dengan caption kata syukur, perjuangan tak henti, dan berdoa, nuansa flexing atau pamer menjadi tersembunyi.

Keempat, alasan contra-narrative atau narasi kontra. 

Anggapan umum ASN sebagai persona sederhana dan merakyat coba ditentang dengan flexing para pejabat ASN ini. Tujuannya membangun konsep bahwa ASN pun bisa sukses dan tajir. Dengan mengurus negara pun, seseorang juga bisa kaya raya serupa CEO start-up atau bos perusahaan multi-nasional.

Bagi orang awam dan bercita-cita jadi ASN, flexing pejabat mungkin bisa mengubah mindset yan ada. Namun dampak pemahaman alasan ini bisa menjadi negatif dan kecemburuan. ASN daerah, tukin rendah, atau hanya PPPK akan merasa iri. Bisa saja malah mendorong tindak koruptif lebih jauh dan mengerikan.

Pamer harta bagi pejabat kini telah menjadi momok. Presiden Joko Widodo pun berpesan keras agar pejabat tidak flexing karena dianggap tak pantas. Bahkan beberapa Kementerian dan Lembaga mengedarkan surat imbauan agar pejabat hidup sederhana dan tidak pamer di medsos.

Salam,

Wonogiri, 10 Maret 2023

03:06 pm

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun